Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Pusat menolak rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat kereta Lintas Rel Terpadu (LRT) Timur-Barat dan menggeser rencana trase kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Timur-Barat.
Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Gilbert Simanjuntak sebelumnya mengungkap dokumen 'penolakan' tersebut.
Di dalamnya tertulis beberapa poin. Pertama, rencana LRT Timur-Barat rute Pulo Gadung-Kebayoran Lama besutan Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi DKI Jakarta dianggap tumpang tindih dengan rencana MRT Timur-Barat rute Cikarang-Ujung Menteng-Kalideres-Balaraja.
Permintaan Pemprov DKI Jakarta menggeser trase MRT Timur-Barat pun ditolak, sebab proyek ini telah memiliki feasibility study (FS) dan detail engineering design (DED) yang pasti. Terlebih, MRT Timur-Barat sudah masuk Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), bahkan diusulkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).
Sementara itu, LRT Timur-Barat besutan Pemprov DKI belum ada nomenklaturnya di RITJ. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) milik DKI pun tak ada.
Gilbert pun menganggap hal ini merupakan kesalahan fatal dari tubuh eksekutif.
Baca Juga
"Artinya itu hanya dimainkan begitu saja tanpa pemikiran. Ini pengajuan yang asal-asalan tanpa perencanaan matang dan kajian aturan yang ada," ujarnya ketika dikonfirmasi Bisnis, Selasa (4/2/2019).
"Kalau baca RITJ, kan Jokowi yang tanda tangan dan semua mengintegrasikan ke situ. Bukan kemudian main bikin-bikin ini [proyek LRT Timur-Barat] seakan-akan tidak berhubungan dengan pemerintah pusat. Semua mesti terintegrasi dengan satu wadah RITJ," tambahnya.
Terlebih, anggaran LRT Timur-Barat ini telah tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020. Dengan perincian Rp85,6 miliar untuk pengadaan lahan dan Rp68 miliar untuk biaya pembangunan bersama pemrakarsa proyek PT Pembangunan Jaya.
Pergeseran Trase
Sebelumnya, pada pertengahan Desember 2019, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Syafrin Liputo menilai pembangunan LRT Timur-Barat yang di-handle pihaknya justru merupakan akselerasi penguatan jalur kereta api koridor Timur-Barat.
Menurutnya, terlalu lama apabila menunggu pembangunan MRT Timur-Barat terealisasi terlebih dahulu, yang direncanakan mulai beroperasi pada 2024. LRT Timur-Barat diproyeksi lebih cepat, dengan target mulai beroperasi pada 2022.
Syafrin pun menjamin LRT Pulo Gadung - Kebayoran Lama ini tak akan tumpang tindih dengan trase MRT Cikarang-Balaraja.
Menurutnya, pergeseran trase MRT yang sebelumnya memiliki titik tengah di Sarinah menjadi naik ke Harmoni atau Sawah Besar, jjustrumenguntungkan bagi MRT karena akan memiliki penumpang lebih ramai akibat terintegrasi dengan Halte Bus Transjakarta Harmoni.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim mengaku hanya mengikuti segala arahan dan keputusan dari pemerintah.
"Kalau [trase MRT] east-west ini kan sudah ditentukan sejak lama yah. Sudah ada FS-nya dari dulu banget. Jadi memang kita mengikuti keputusan pemerintah saja, nih. Apakah tetap sama atau ada penggantian atau bagaimana," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (2/2/2020).
Silvia menjelaskan bahwa apabila mengikuti permintaan Pemprov DKI Jakarta untuk mengubah trase ke Harmoni atau Sawah Besar, yang dibutuhkan adalah FS ulang dan modifikasi desain.
"Jalurnya mau dipindah ke mana pun pastinya kita akan ada modifikasi desain. Untuk mengakomodasi interchange dengan yang [MRT] utara-selatan. Sebenarnya yang sekarang ada [yang lama] ini interchange ada di stasiun Thamrin," ungkapnya.