Bisnis.com, JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta mengecam praktik aborsi yang secara jelas melanggar undang-undang, seperti yang terjadi di Jalan Paseban Raya No.61, Paseban, Senen, Jakarta Pusat.
Seperti diketahui, Polda Metro Jaya telah membongkar praktik klinik aborsi ilegal yang sudah menggugurkan 903 janin, dijalankan oleh dokter dan bidan residivis.
Kini, pihak kepolisian tengah mengejar oknum bidan dan calo yang terlibat menjaring pasien,
"Dari 50 bidan yang lain sama seperti itu. Nanti mereka punya kaki tangan lagi hampir sekitar 100 calo, calo untuk mencari pasien," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Senin (17/2/2020).
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menekankan praktik aborsi ilegal merupakan praktik tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab.
"Yakni aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga tenaga kesehatan yang tidak profesional, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (19/2/2020).
Baca Juga
Widyastuti menerangkan larangan untuk melakukan aborsi hanya dikecualikan untuk kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan, serta indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan.
"Baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan," jelasnya.
Namun, harus dipastikan tindakan aborsi tadi dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Keamanan Medis
Sementara, aborsi ilegal seperti di Paseban jelas-jelas tak merujuk pada keamanan medis. Sebab, aborsi hanya dapat dilakukan atas beberapa indikasi, yakni kehamilan kurang dari 6 minggu, kecuali dalam hal kedaruratan medis.
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri.
Selain itu, perlu persetujuan ibu hamil yang bersangkutan. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan. Terakhir, dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat.
"Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia Tahun 2012, aborsi mengancam dan aborsi spontan inkomplit merupakan kewenangan dokter umum dengan tingkat kemampuan 3B," jelas Widyastuti.
"Yang artinya lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah kepadarah dan/atau kecacatan pada pasien," tambahnya.
Adapun, untuk kasus aborsi spontan kompolet merupakan kewenangan dokter umum dengan tingkat kemampuan 4A yang artinya lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
Widyastuti menjamin pemerintah daerah melakukan pembinaan terhadap setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kesehatan di bidang kesehatan dan upaya kesehatan.
Praktik Kedokteran
Pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah, organisasi profesi membina serta mengawasi praktik kedokteran sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.
Tujuannya, meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter dan tenaga kesehatan, melindungi penerima pelayanan kesehatan dan masyarakat atas tindakan yang dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan, serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, dokter dan tenaga kesehatan.
"Bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinas Kesehatan Provins DKI Jakarta, yaitu peninjauan teknis bersama perizinan (Surat Izin Praktik) bagi dokter dan tenaga medis di lokasi praktik dan supervisi terpadu terhadap penyelenggaraan kegiatan pelayanan kesehatan," ujarnya.
Oleh sebab itu, Widyastuti mengajak bersama-sama mengawasi bahwa setiap dokter dan tenaga kesehatan yang menjalankan praktik di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia maupun Konsil Tenaga Kesehatan.
Selain STR, dokter dan tenaga kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki izin dalam bentuk surat izin praktik (SIP) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan pun wajib memiliki izin operasional yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
"Dokter dan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan harus sesuai dengan standar profesi, standar kompetensi sesuai dengan dengan kewenangan masing-masing," tutupnya.