Bisnis.com, JAKARTA - Banjir Jakarta yang terjadi di beberapa wilayah Ibu Kota pada Minggu (23/2/2020), disebabkan tingginya curah hujan dan fenomena air laut pasang.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juaini Yusuf mengatakan kombinasi dua hal tersebut membuat saluran drainase dan sungai tak bisa mengalirkan air ke laut.
Air hujan yang tergenang bertambah tinggi dengan luapan air sungai atau kali yang tak bisa dibuang ke laut karena tingginya air pasang.
"Karena laut sedang pasang. Air yang mau ke sana pasti terhambat, jadi agak terlambat mengalirnya," kata Juaini pada Minggu (23/2/2020).
Menurut dia, kondisi ini membuat para petugas atau pegawai Dinas SDA baru bisa membuka pintu-pintu air saat air laut sudah mulai surut.
Hal ini disampaikan untuk membantah sejumlah tuduhan Pemprov DKI Jakarta sengaja menutup sejumlah pintu air dengan alasan tertentu.
Baca Juga
“Kalau (pintu air) dibuka saat pasang, air laut justru mengalir ke sungai lalu meluap ke jalan-jalan,” ujar dia.
Dia juga mengklaim, banjir di sejumlah titik terjadi karena intensitas curah hujan yang tinggi. Menurutnya, di beberapa wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Timur, curah hujan mencapai 200 milimeter per detik.
Hujan lebat ini terjadi sejak Sabtu (22/2/2020) dini hari hingga Minggu (23/2/2020), subuh.
“Begitu air laut surut, kami buka pintu air agar air langsung bisa turun ke laut,” kata Juaini.
Dalam peta sebaran hujan yang dibuat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG, curah hujan tinggi terjadi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara.
Curah hujan ekstrem tertinggi terjadi di Pintu Air Pulogadung dengan rata-rata 241 mm per detik. Adapun kawasan Pulomas yang tergenang banjir tercatat 182 mm per detik.
Akibat banjir, sebanyak 25 kecamatan, 55 kelurahan, dan 108 rukun warga di Jakarta terendam. Menurut catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD DKI Jakarta tinggi genangan mulai dari 30 sentimeter hingga 220 sentimeter di kelurahan Rawa Terate, Cakung, Jakarta Timur.