Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meniadakan ganjil-genap, namun membatasi fasilitas transportasi umum demi antisipasi penularan pandemi virus corona (Covid-19), justru salah sasaran.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berharap kebijakan ini mampu mengoptimalkan sosial distancing measure atau pengendalian jarak antarwarga, di samping imbauan agar perusahaan di Ibu Kota mempekerjakan karyawannya di rumah.
Harapannya, risiko penularan Covid-19 di transportasi publik, baik kereta Moda Raya Terpadu, Lintas Rel Terpadu, atau Transjakarta berkurang.
Namun, masih banyak pekerja kantoran yang masuk kerja dan menggunakan transportasi massal pada Senin (16/3/2020).
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Nirwono Joga menekankan bahwa kebijakan itu salah sasaran akibat diambil terlalu cepat tanpa memikirkan supply dan demand pengguna transportasi publik.
"Patut dicatat, yang diliburkan adalah sekolah, bukan kantor. Ajakan untuk bekerja dari rumah juga tidak efektif, karena semua kantor tetap bekerja seperti biasa. Para pekerja ini harus berangkat kerja naik kendaraan pribadi jika punya, tapi yang tidak, terpaksa naik angkutan umum dengan risiko terkena virus corona," jelasnya kepads Bisnis.
Baca Juga
Nirwono menekankan bahwa kebijakan ini hanya efektif apabila pemerintah benar-benar memastikan seluruh kegiatan libur total dalam 14 hari ke depan, baik sekolah maupun kantor.
"Namun perlu juga dipikirkan bagaimana dengan pekerja seperti petugas cleaning service, satpam, tukang parkir, petugas sampah, hingga PKL yang harus bertahan hidup tanpa kepastian penghasilan. Jelas tidak mungkin berdiam diri di rumah selama dua pekan tanpa kepastian pendapatan," tambahnya.
Sementara itu, Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta menekankan bahwa penumpukan penumpang yang terjadi, justru meningkatkan risiko penyebaran Covid-19 secara masif.
“Pemprov DKI tidak memperhitungkan mereka yang tidak bisa otomatis beralih bekerja di rumah. Pembatasan armada justru mengorbankan pekerja harian yang bergantung pada transportasi umum,” ujar Anggota Fraksi PSI dari Komisi B bidang Perekonomian Eneng Malianasari dalam keterangannya.
Wanita yang akrab disapa Milli ini berharap Pemprov DKI segera meninjau ulang pembatasan tersebut dan segera menambah armada MRT dan Transjakarta, sehingga penumpukan tidak berulang pada sore jelang pulang kerja nanti.
Fraksi PSI mendukung kebijakan bekerja dari rumah dan upaya mengurangi interaksi fisik di publik yang dapat meningkatkan penyebaran Covid-19, akan tetapi, pemerintah perlu memberi waktu untuk pihak swasta dan publik menyesuaikan dan mengadopsi kebijakan tersebut.
“Dunia usaha membutuhkan waktu transisi untuk mengadopsi himbauan bekerja di rumah, itu pun baru diungkap Jumat sore lalu, tidak bisa otomatis semua pekerja di-rumahkan,” kata dia.
Langkah memerangi infeksi virus corona seharusnya dilakukan dengan memperbanyak armada Transjakarta dan gerbong MRT yang beroperasi sehingga penumpang bisa tersebar dan langsung terangkut.
“Masa tunggu penumpang harusnya dipersingkat. Penumpukan massa di ruang tertutup yang sempit seperti halte justru membuat sarang infeksi,” jelasnya.
Selain itu, Milli meminta Pemprov DKI memastikan adanya pembersihan armada bus dan gerbong MRT secara berkala dengan disinfektan di halte-halte terakhir dari setiap rute.
Serta memastikan semua pegawai yang bertugas terlindungi dengan penyediaan masker dan sarung tangan yang memadai untuk mereka.
“Dengan adanya penumpukan, petugas juga kesulitan melakukan pembersihan armada bus dan gerbong. Petugas dan pegawai juga menerima resiko tinggi terpapar infeksi,” imbuhnya.