Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 akan mempengaruhi budaya dan laku hidup manusia, tak terkecuali di Ibu Kota DKI Jakarta. Pemerintah dan segenap elemen masyarakat mesti menyesuaikan diri dengan baik dan buruknya kehidupan dengan 'new normal' atau kenormalan baru ini.
Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono mengungkap hal tersebut kepada Bisnis, Senin (25/5/2020).
Pasalnya, Miko memprediksi bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Jilid III yang berlaku pada 22 Mei-4 Juni 2020, belum akan jadi PSBB terakhir.
"Patokannya paling tidak sampai terlihat adanya penurunan tren harian kasus baru Covid-19 di bawah angka 10, sehingga benar-benar bisa diisolasi dan tak menyebar lagi. Sekarang ini baiknya fokus evaluasi ke tempat-tempat klaster lokal penularan," ungkapnya.
Oleh sebab itu, Miko menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus membiasakan dan mengakomodasi masyarakat terhadap kehidupan dengan kenormalan baru tersebut selama PSBB berlangsung.
"Masyarakat harus sudah terbiasa dengan protokol kesehatan seperti memakai masker dan cuci tangan dengan sabun, walaupun Covid-19 dan PSBB nantinya sudah berakhir," tambahnya.
Baca Juga
Kepadatan Tempat Belanja
Pusat perbelanjaan modern seperti mal dan supermarket, pasar, lapak-lapak pedagang kaki lima (PKL), dan tempat-tempat potensial terhadap kepadatan masyarakat perlu segera diberikan perhatian khusus.
Menurut Miko, akan ada masa ketika nantinya tempat-tempat tersebut tak lagi dibubarkan secara paksa atau dirazia karena tak mematuhi protokol pencegahan Covid-19.
Oleh sebab itu, menjadi tugas pemerintah untuk mengajak mereka bicara, mengakomodasi layout penempatan yang layak dan sehat, bersih, menjaga jarak, juga mendorong pembayaran nontunai.
Selain itu, pemerintah harus sanggup menjamin bisa secara cepat melakukan tes massal, dan mengisolasi kasus apabila dalam keadaan tak terduga nantinya terjadi klaster baru di tempat tersebut.
"Misalnya buat PKL, itu sebenarnya Pemprov bisa tak menutup, tapi sosialisasi supaya membuat lapak yang lebih kompak, agar space jarak orang lebih luas, atau menyediakan tempat baru, atau jalan kosong misalnya. Dengan tetap mempertahankan infrastruktur cuci tangan di banyak titik dan penjagaan petugas," ujarnya.
Budaya Kantor dan Tempat Usaha
Selain tempat-tempat pemenuhan kebutuhan hidup, sektor perkantoran dan tempat usaha juga pasti akan mengubah budaya kerja. Lagi-lagi, pemerintah punya andil dalam hal ini.
Perkantoran harus tetap menjaga protokol pengecekan suhu tubuh, menjaga jarak dalam ruangan, dan perhatian lebih terhadap kesehatan karyawan sebagai upaya pencegahan. Sementara, warung makan dan restoran masih perlu memprioritaskan take away, menghindari kepadatan orang yang makan di tempat.
Di samping itu, masyarakat pun perlu terbiasa menggunakan masker, mandiri mempersiapkan kantong sendiri ketika berbelanja, bahkan wadah makanan-minuman yang higienis apabila diperlukan.
Tempat usaha juga bisa didorong menyediakan hal tersebut demi menjaga protokol kesehatan yang bukan hanya untuk mencegah Covid-19, tetapi juga mengarah ke tingkat kesadaran akan kesehatan tubuh dengan lebih baik.
"Karena sebenarnya suksesnya PSBB itu indikatornya bukan hanya data epidemiologis. Tapi kepatuhan dan kesadaran masyarakat juga. Sehingga evaluasi kegiatan masyarakat, kepadatan jalan, pelanggaran aturan, itu harus terus diawasi demi membiasakan masyarakat," tandasnya.