Bisnis.com, JAKARTA - PT MRT Jakarta (Perseroda) mencatatkan kontraksi pendapatan tiket atau farebox dari ridership mencapai 74 persen di tengah pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William P. Sabandar menuturkan hal itu disebabkan karena anjloknya jumlah rata-rata penumpang harian di kisaran 27.901 penumpang. Padahal, target rata-rata penumpang harian MRT dipatok sebanyak 100.000 orang.
“Terkait farebox terkontraksi yang tadinya kita targetnya 100 ribu penumpang sekarang kita review menjadi 27.901 penumpang per hari, jadi kontraksinya itu boleh dikatakan sebesar 74 persen di tahun 2020,” kata William dalam webinar Forum Jurnalis pada Kamis (10/12/2020).
Di sisi lain, William mengatakan, pendapatan nontiket alias nonfarebox MRT Jakarta relatif stabil di tengah pandemi Covid-19 sebesar 47 persen.
“Pendapat nonfarebox itu masih kita bisa pertahankan. Kita belum tahu angka maksimalnya berapa mungkin akan tetap akan ada di sektiar Rp370 miliar per tahun. Nonfarebox dari advertising ini lebih baik dari tahun lalu,” ujarnya.
Subsidi
Sementara itu, operasional MRT Jakarta juga turut ditopang oleh pendapatan subsidi yang disalurkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hanya saja, pendapatan dari skema ini turut mengalami penurunan lantaran kapasitas fiskal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga terkontraksi.
“Kapasitas fiskal Pemprov DKI dikurangi sehingga pendapatan subsidinya harus berkurang. Pendapatan subsidi kemungkinan sektiar Rp600 miliar yang kita dapatkan,” tuturnya.
PT MRT Jakarta (Perseroda) optimistis raihan laba perusahaan pada tahun ini sama dengan capaian pada tahun lalu di kisaran Rp70 miliar, dengan catatan masa transisi pandemi Covid-19 menuju new normal berhasil dilalui DKI Jakarta sesuai dengan jadwal.
Seperti diketahui, pada tahun pertamanya resmi beroperasi pada 2019, MRT Jakarta telah mencatatkan laba di kisaran Rp70 miliar, dengan perincian kasar Rp180 miliar dari farebox, Rp225 miliar dari nonfarebox (naming rights stasiun, iklan, telekomunikasi, dan retail), serta Rp560 miliar dari subsidi pemerintah, dipotong biaya operasional di kisaran Rp940 miliar.
"Jadi penurunan farebox tahun ini akan kita antisipasi dengan nonfarebox. Terpenting cashflow kita masih aman. Kita pun belum menurunkan target nonfarebox, karena masih bisa kita maksimalkan," jelasnya.