Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menuturkan pihaknya bakal mempelajari rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kontrak perjanjian kerja sama (PKS) pengelolaan air bersih bersama dengan PT Aetra Air Jakarta.
Seperti diketahui, KPK mengendus kecurangan dalam kontrak pengelolaan air bersih di Jakarta. Lembaga antikorupsi juga telah memberikan rekomendasi terkait hal itu.
“Rekomendasi KPK soal pembatalan perpanjangan dari pada Aetra Air Jakarta nanti kita akan pelajari dan kita kaji. Prinsipnya pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin memastikan bahwa kebutuhan air minum bagi masyarakat terjaga,” kata Ariza di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (23/4/2021).
Kendati demikian, Ariza mengapresiasi rekomendasi yang telah disampaikan KPK untuk tidak memperpanjang kembali kontrak PKS pengelolaan air bersih bersama dengan PT Aetra Air Jakarta.
“Nanti pihak kami Pemprov, PAM dan yang lainnya akan memperlajari apa isi subtansi dari rekomendasi KPK. Kenapa ada rekomendasi seperti itu,” kata dia.
Sebelumnya, KPK mengendus adanya potensi kecurangan atau fraud dalam rencana perpanjangan kontrak kerja sama antara PAM Jaya dan PT Aetra Air Jakarta.
Direktur Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK Aminudin menerangkan sejumlah potensi kecurangan dalam skema perpanjangan kerja sama itu, di antaranya ruang lingkup pekerjaan dalam kontrak berubah lebih dari 50 persen.
“Selain itu, rencana perpanjangan durasi kontrak untuk 25 tahun ke depan. Sementara kontrak saat ini baru akan berakhir pada 2023,” kata Aminudin melalui keterangan tertulis, Kamis (22/4/2021).
Aminudin mengatakan mitra swasta terkait relatif tidak berkinerja baik di sisi hilir yaitu terkait tingkat kebocoran pipa yang berimbas pada cakupan layanan ke penduduk menjadi rendah.
Di sisi lain, metode take or pay dengan kondisi hilir yang bermasalah berpotensi merugikan PAM Jaya lantaran berkewajiban membayar 100 persen produksi air dari mitra swasta. Padahal, penyaluran air efektif hanya 57,46 persen.
“Kami berkepentingan agar dalam perikatan perjanjian itu tidak ada potensi korupsi. Kami ingin perikatan perjanjian ini semata-mata untuk kepentingan bisnis dan kemaslahatan bersama. Jangan sampai ada keuangan negara atau daerah yang dirugikan,” tuturnya.