Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengajukan usulan peningkatan modal dasar Perusahaan Daerah Air Minum Jakarta Raya (PAM Jaya) dari Rp2 triliun menjadi Rp23,87 triliun kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.
Direktur Utama PD PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo menuturkan, langkah itu diambil untuk memenuhi cakupan layanan 100 persen pada tahun 2030.
“Peningkatan modal itu untuk kebutuhan pemenuhan layanan 100 persen. Jadi, ada beberapa kegiatan, jaringan perpipaan sistem penyediaan air minum [SPAM] regional itu yang paling besar, lalu penurunan tingkat kebocoran, perawatan untuk memastikan kita punya instalasi dan jaringan yang handal” kata Priyatno saat dijumpai di kawasan DPRD DKI Jakarta, Rabu (16/6/2021).
Dia menuturkan, pihaknya tengah mencari sumber pendanaan untuk pembangunan pipa distribusi SPAM Jatiluhur I dari Pondok Kopi ke titik-titik pelayanan di dalam kota.
Berdasarkan catatan Bisnis, investasi yang diperlukan untuk proyek jaringan perpipaan dalam kota itu menyentuh di angka sekitar Rp12 triliun.
Belakangan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyerahkan pengerjaan proyek pembangunan pipa distribusi dalam kota itu kepada pemerintah pusat.
Baca Juga
Hal itu diketahui, setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengajukan perubahan atas RPJMD 2017-2022 kepada DPRD DKI Jakarta pada awal tahun 2021.
Padahal, proyek itu sebenarnya menjadi bagian kerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui skema kerja sama antara pemerintah dan badan usaha atau KPBU.
Sementara, Kementerian PUPR mendapat bagian kerja mengolah dan mengirimkan air bersih dari Waduk Jatiluhur sampai titik pengambilan di Pondok Kopi, Jakarta Timur.
“Saat ini, kami lagi cari sourcing-nya begitu ya. Itu kan terakhir Gubernur [Anies] ingin itu masuk ke kerja sama pemerintah dengan bandan usaha [KPBU] nasional kan, ini sedang dibicarakanlah bagaimana kemudian ada sinergi antara hulu dan hilir,” kata dia.
Adapun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah meneken perjanjian KPBU untuk konstruksi sistem penyediaan air minum (SPAM) Jatiluhur I.
KPBU tersebut merupakan KPBU bidang sumber daya air regional pertama yang ditangani oleh pemerintah pusat.
Konstruksi SPAM Jatiluhur I diberikan pada PT Wika Tirta Jaya Utama. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan patungan dari konsorsium pemengan tender, yakni PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., dan PT Tirta Gemah Ripah.
Masa Konsesi
Konstruksi SPAM Jatiluhur I akan dimulai pada kuartal III/2021 sampai Februari 2024. Saat ini, PT Wika Tirta Jaya Utama wajib untuk memenuhi persyaratan pendahuluan dan kebutuhan dana hingga Agustus 2021.
Seperti diketahui, proyek KPBU tersebut memendam investasi hingga Rp1,76 triliun dengan masa konsesi selama 30 tahun atau hingga 2050.
Secara rinci, masa konsesi tersebut dibagi menjadi masa konstruksi selama 2,5 tahun dan masa operasi sekitar 27,5 tahun.
“Jadi hulu dibangun, hilir disiapkan di mana kita sudah berbicara dengan Bappenas. Kami sudah sampaikan secara teknis dan desainnya sebetulnya sudah selesai. KPBU kita sampaikan bagaimana ini kemudian terintegrasi dengan yang di hulu,” kata Priyatno.
Berdasarkan catatan PAM Jaya hingga tahun 2020, cakupan layanan air bersih di DKI Jakarta menyentuh di angka 65,01 persen.
Sementara, kapasitas ketersediaaan air bersih mencapai 20.227,5 liter per detik. Adapun, panjang pipa yang dimiliki PAM Jaya terbentang hingga 11.916 kilo meter.
Pada Oktober tahun lalu, PAM Jaya mencatatkan jumlah konsumen sebanyak 888.342.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria atau Ariza menuturkan, peningkatan modal dasar PAM Jaya itu sebagai langkah strategis untuk mengambilalih pengelolaan SPAM DKI Jakarta setelah berakhirnya kontrak kerjasama dengan pihak swasta pada 2023.
“Setelah kontrak kerja sama berakhir, PAM Jaya menjadi leading sector dalam SPAM DKI Jakarta untuk meningkatkan cakupan layanan air minum perpipaan di wilayah DKI Jakarta dengan kuantitas, kualitas, kontinuitas serta keterjangkauan,” kata Ariza dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Rabu (16/6/2021).
Ariza menegaskan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum melakukan perpanjangan kontrak kerja sama dengan PT Aetra Air Jakarta.
Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih melakukan kajian atas rekomendasi dan saran dari sejumlah lembaga seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan juga Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
“Prinsipnya adalah Governance Risk and Compliance dilakukan, tujuan pemenuhan hak rakyat atas air dituntaskan dan PAM Jaya menjadi leading sector dalam SPAM DKI Jakarta,” kata dia.
Potensi Kecurangan
Sebelumnya, KPK mengendus adanya potensi kecurangan atau fraud dalam rencana perpanjangan kontrak kerja sama antara PAM Jaya dan PT Aetra Air Jakarta.
Direktur Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK Aminudin menerangkan, sejumlah potensi kecurangan dalam skema perpanjangan kerja sama itu, di antaranya ruang lingkup pekerjaan dalam kontrak berubah lebih dari 50 persen.
“Selain itu, rencana perpanjangan durasi kontrak untuk 25 tahun ke depan. Sementara kontrak saat ini baru akan berakhir pada 2023,” kata Aminudin melalui keterangan tertulis, Kamis (22/4/2021).
Aminudin mengatakan, mitra swasta terkait relatif tidak berkinerja baik di sisi hilir yaitu terkait tingkat kebocoran pipa yang berimbas pada cakupan layanan ke penduduk menjadi rendah.
Di sisi lain, metode take or pay dengan kondisi hilir yang bermasalah berpotensi merugikan PAM Jaya lantaran berkewajiban membayar 100 persen produksi air dari mitra swasta. Padahal, penyaluran air efektif hanya 57,46 persen.
“Kami berkepentingan agar dalam perikatan perjanjian itu tidak ada potensi korupsi. Kami ingin perikatan perjanjian ini semata-mata untuk kepentingan bisnis dan kemaslahatan bersama. Jangan sampai ada keuangan negara atau daerah yang dirugikan,” tuturnya.
Sebelumnya, BPKP sempat menyatakan akumulasi kerugian PAM Jaya dalam kontrak kerja sama dengan swasta mencapai Rp1,26 triliun dan ekuitas negatif sebesar Rp945 miliar per 31 Desember 2016.
Selain itu, PAM Jaya juga memiliki kewajiban (shortfall) kepada PT Palyja sebesar Rp266 miliar dan PT Aetra sebesar Rp173 miliar.
Dengan demikian, defisit akibat penerimaan kas atas air yang terjual yang lebih kecil dari jumlah imbalan (water charge) yang dibayar sebesar Rp440 miliar.
Belakangan, DPRD DKI Jakarta tengah berencana membentuk Panitia Khusus PAM Jaya seiring bergulirnya usulan perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2018 tentang Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya.
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menuturkan pihaknya telah bersurat ke pimpinan DPRD DKI ihwal pembentukan pansus itu.
Nantinya, Pansus itu bakal membahas rencana perpanjangan kontrak kerjas ama PAM Jaya dengan pihak swasta yang berakhir dua tahun lagi sembari menelisik muatan revisi Perda PAM Jaya yang tengah diajukan oleh esekutif beberapa waktu terakhir.
“Di dalam pembahasan pasal-pasal apakah itu nanti dimasukkan atau tidak di Pansus, salah satunya akan menguak itu semua. Sudah disampaikan, tinggal menunggu persetujuan pimpinan dewan,” kata Gembong saat ditemui di DPRD DKI Jakarta, Rabu (16/6/2021).