Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Badan Pembinaan BUMD DKI Jakarta Riyadi mengaku kesulitan untuk menindaklanjuti rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ihwal kelebihan bayar subsidi Rp415,9 miliar kepada PT Transjakarta pada tahun anggaran 2018 dan 2019.
Riyadi beralasan uang public service obligation (PSO) senilai Rp415,9 miliar yang dianggap kelebihan bayar itu kini telah menjadi bagian dividen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang disahkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dua tahun sebelumnya. Adapun, dividen itu berasal salah satunya dari pendapatan non tiket atau komersial PT Transjakarta.
“Yang menurut BPK kelebihan bayar itu sudah menjadi laba dari PT Transjakarta. Itu sebagiannya menjadi dividen sesuai dengan amanat UU 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,” kata Riyadi saat dijumpai Bisnis di ruang kerjanya, Rabu (14/7/2021).
Identifikasi kelebihan bayar itu berasal dari pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan PT Transjakarta tahun anggaran 2018 dan 2019 yang sudah diaudit. Pada 2018, pendapatan non tiket PT Transjakarta tercatat Rp195,8 miliar dan 2019 menyentuh di angka Rp219,4 miliar.
Dalam pemeriksaan itu, BPK berpegang pada Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sistem Bus Rapid Transit atau BRT. Perda itu mengamanatkan subsidi harus mempertimbangkan total pendapatan tiket dan non-tiket.
Di sisi lain, Perjanjian PSO antara Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan PT Transjakarta berpedoman pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 62 Tahun 2016 tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Pemberian Subsidi yang Bersumber dari APBD kepada PT Transjakarta.
Baca Juga
Pergub itu menyebutkan subsidi hanya mempertimbangkan pendapatan tiket. Dengan demikian, pendapatan non tiket tidak dimasukkan sebagai pengurang subsidi.
Menurut Riyadi, tidak ada istilah kelebihan bayar PSO yang dianggap berpotensi merugikan keuangan negara itu. Hanya saja, dia menggarisbawahi, terdapat perbedaan sudut pandang regulasi terkait pembukuan anggaran tersebut.
“Kalau ini diminta dikembalikan atau sebagai faktor pengurang subsidi maka konsekuensinya itu ada yang salah dividennya kalau Rp415,9 miliar itu dulu jadi faktor pengurang labanya kan ga sebesar itu, kalau dividen sudah masuk APBD maka Perda APBD-nya harus dibongkar lagi itu sulitnya diesekusi,” kata dia.
Belakangan Riyadi mengatakan pihaknya bakal membicarakan temuan itu kepada BPK dalam forum tripartit pada semester depan. Pasalnya, ada perbedaan cara pandang untuk menentukan nilai besaran subsidi PSO yang berasal dari Perda dan Pergub tersebut.
Sebelumnya, BPK merekomendasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk merevisi Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 62 Tahun 2016 dengan memperhatikan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2014.
Selain itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mesti melakukan penyesuaian atas naskah perjanjian PSO layanan angkutan umum Transjakarta agar sesuai dengan Peraturan Daerah NOmor 10 Tahun 2014.
“Memerintahkan Kepala Dinas Perhubungan memperhitungkan kelebihan bayar perhitungan subsidi PSO tahun 2018 dan 2019 masing-masing senilai Rp195,8 miliar dan Rp220,07 dalam periode-periode tahun anggaran berikutnya,” tulis BPK dalam laporannya yang dilihat Bisnis, Rabu (14/7/2021).