Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Joe Biden memperkirakan Jakarta akan tenggelam dalam 10 tahun ke depan (27/7/2021). Hal ini selaras dengan laporan Badan Antariksa AS (NASA, 2019) yang menuliskan bahwa bencana banjir yang rutin melanda Jakarta mempercepat ancaman ibu kota akan tenggelam (2030).
Prediksi tersebut senapas dengan laporan analisis Greenpeace (28/7/2021) terhadap tujuh kota pantai di Asia yang akan tenggelam diterjang bandir bandang, termasuk Jakarta (2030).
Laporan analis bisnis Verisk Maplecroft (12/5) menempatkan Jakarta sebagai kota paling rentan terhadap krisis iklim. Jakarta dirundung beragam masalah lingkungan, mulai dari penurunan muka tanah akibat penyedotan air tanah tidak terkendali, kelangkaan air bersih hingga ancaman banjir.
Hal ini diperparah oleh kondisi di mana sekitar 40 persen wilayah Ibu Kota berada di bawah permukaan laut, sehingga terancam tenggelam (2050).
Oleh karena itu, ancaman Jakarta akan tenggelam dalam 10 (2030) atau 30 tahun (2050) ke depan adalah nyata adanya. Ancaman paling nyata di depan mata adalah kesiapan Jakarta dalam memitigasi bencana banjir yang terjadi setiap tahun.
Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus fokus pada penanganan 4 (empat) tipe banjir yang melanda Ibu Kota selama ini, yakni banjir kiriman, banjir lokal, banjir rob, dan banjir besar. Lalu, langkah antisipasi seperti apa yang harus dilakukan?
Pertama, dalam mengatasi banjir kiriman seperti yang terjadi pada awal tahun ini, pemerintah pusat dan daerah (Jakarta) serta sekitarnya harus bekerja sama memulihkan 13 sungai yang melintasi Jakarta, yakni Sungai Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, Sunter, Mookervart, Grogol, Krukut, Baru Barat, Baru Timur, Cipinang, Buaran, Kramat Jati, dan Cakung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2018 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau menetapkan garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai dengan kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter, 15 meter (3—20 meter), dan 30 meter (lebih dari 20 meter). Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan minimal berjarak 3 meter dari tepi luar kaki tanggul.
Penetapan garis sempadan sungai harus mempertimbangkan karakteristik geomorfologi sungai, rencana tata ruang kota, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, serta ketersediaan jalan akses bagi peralatan, bahan, dan sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasi, pengawasan dan pemeliharaan.
Kedua, dalam mengatasi banjir lokal, Pemprov DKI harus merehabilitasi saluran air secara menyeluruh dan terpadu bersamaan dengan revitalisasi trotoar dan jaringan utilitas bawah tanah. Kapasitas daya tampung saluran harus diperbesar. Jika curah hujan dari 100 mililiter per hari meningkat menjadi 350 mililiter per hari maka dimensi saluran harus diperbesar.
Saluran mikro/tersier/lingkungan diperbesar dari 50 sentimeter ke 150 sentimeter, saluran meso/sekunder/kawasan dari 100 sentimeter ke 300 sentimeter, dan saluran makro/primer/kota dari 150 sentimeter ke 500 sentimeter. Saluran air harus terhubung baik dan dirawat agar bebas sampah, limbah, lumpur, dan bangunan.
Ketiga, dalam mengatasi banjir rob, Pemprov DKI harus merestorasi kawasan pesisir pantai utara Jakarta. Kawasan tepi pantai diperluas selebar 500 meter ke arah daratan dan dibebaskan dari permukiman (Pusat Studi Tsunami Jepang, 2017).
Kawasan itu dijadikan ruang terbuka hijau (RTH) pengaman pantai berupa hutan mangrove atau hutan pantai yang berfungsi untuk meredam abrasi, menahan limpasan air laut (banjir rob), mengurangi terjangan tsunami, menyaring polutan, dan menjadi habitat satwa liar ekosistem mangrove/pantai.
Benteng alami ini jauh lebih ekonomis dan ekologis ketimbang membangun tanggul laut raksasa di sepanjang pantai utara Jakarta yang sangat mahal dan membutuhkan biaya pemeliharaan tinggi.
Keempat, dalam mengantisipasi banjir besar seperti yang pernah melanda Jakarta (2002, 2007, 2012, 2014), selain melakukan ketiga langkah di atas yang meliputi pembenahan sungai, rehabilitasi saluran air, dan restorasi pesisir pantai, pemerintah pusat dan daerah Jakarta dan sekitar harus merevitalisasi situ/danau/embung/waduk (SDEW) sebagai danau paparan banjir yang berfungsi menampung luapan air sungai.
Ada 208 situ di Jakarta dan sekitarnya yang meliputi DKI Jakarta 16 situ, Jawa Barat 146 situ dan Banten 46 situ (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, 2018). Garis sempadan SDEW sejauh 50 meter, dihitung dari muka air tertinggi dan bebas dari bangunan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2018 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau).
Pemprov DKI harus menambah besaran RTH dari kondisi saat ini 9,9% menjadi 30% (2030). Semakin luas ruangnya, semakin besar kemampuan daya serap air tanah untuk meredam banjir.
Perbanyak RTH berupa taman, hutan kota/mangrove, kebun raya, pemakaman, serta jalur hijau median jalan, bantaran sungai, tepi rel kereta api, kolong jalan/jembatan layang, dan bawah saluran udara tegangan tinggi.