Bisnis.com, JAKARTA - Seruan Gubernur DKI Jakarta 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok masih menjadi polemik di masyarakat.
Staf Ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Yongky Susilo menilai usulan tersebut justru bakal menambah beban para pelaku usaha. Saran tersebut juga dinilai tidak tepat, terlebih pada masa pemulihan ekonomi saat pandemi seperti saat ini.
“Jika diminta untuk membuat tempat tertutup lagi, tentu akan membebani pelaku usaha. Ini yang saya bilang berusaha di Indonesia ini high-cost economy. Jika memang tidak ada landasan hukumnya, ya dihentikan saja, buat apa dipaksakan?" katanya kepada wartawan, Selasa (2/11/2021).
Tak cuma membebani para pelaku ritel modern, warung-warung kecil pun merasa aksi penindakan oleh Satpol PP juga bikin resah.
Seperti yang dialami oleh Subandrio, pemilik warung di Kecamatan Makassar, Jakarta Timur.
Dia mengaku pasrah sekaligus heran saat Satpol PP mencopot sejumlah spanduk-spanduk dari perusahaan rokok di warungnya.
“Tentu saya kaget, ada tim Satpol PP datang kemudian bilang mau copot spanduk rokok dan tutup pajangan rokok. Yang dilarang kan kalau dekat dengan sekolah, sementara warung saya di jalan biasa, jauh juga dari sekolah,” ungkapnya.
Gugatan Warga
Pengamat Hukum Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menjelaskan sejatinya para warga, bahkan pelaku usaha ritel modern bisa mengajukan gugatan warga alias class action terhadap aksi-aksi yang dilakukan Satpol PP tersebut.
“Karena tidak ada dasar hukum yang melandasi penindakan Satpol PP tersebut, pemilik warung, minimarket bisa saja mengajukan gugatan class action kepada Pemda DKI Jakarta dan menuntut ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkannya,” katanya.
Sementara, Kepala Bidang Ketertiban Umum Satpol PP DKI Jakarta Tumbur Parluhutan Purba mengakui beleid yang terkandung dalam Seruan Gubernur tersebut tak bisa jadi pijakan hukum buat Satpol PP melakukan penindakan.
“Anggota kami tidak memiliki pijakan yang jelas dalam melakukan penindakan, karena Sergub ini bukan menjadi dasar penindakan. Namun, kami tetap melaksanakan penegakan hukum dan sosialisasi lebih intens kepada minimarket dan warung,” ungkapnya dalam webinar Koalisi Smoke Free Jakarta Oktober lalu.
Dari catatan Satpol PP, sepanjang September 2021 saja telah dilakukan penindakan pencabutan reklame rokok, dan penutupan etalase rokok kepada 486 pelaku usaha baik ritel modern maupun warung tradisional di 293 lokasi yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta.
Tumbur menjelaskan khusus untuk pelaku minimarket atau ritel modern Satpol PP telah menganjurkan agar mereka membuat desain etalase yang tidak perlu memperlihatkan kemasan atau bungkus rokok. Sayangnya, hal ini ditolak mentah-mentah oleh para pelaku ritel.