Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai formula perhitungan upah minimum provinsi (UMP) belum memenuhi standar kelayakan dan keadilan.
Anies pun meminta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah untuk meninjau kembali formula UMP yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 36/2021 tentang pengupahan.
Menurutnya, kenaikan upah sebesar 0,85 persen atau Rp37.749 menjadi Rp4.453.935 per bulan dapat dikatakan lebih rendah dari tingkat kenaikan harga alias inflasi kebutuhan sehari-hari yang sudah mencapai 1,14 persen atau lebih tinggi dari persentase kenaikan UMP.
"Kenaikan yang hanya sebesar Rp38 ribu ini dirasa amat jauh dari layak dan tidak memenuhi asas keadilan, mengingat peningkatan kebutuhan hidup pekerja/buruh terlihat dari inflasi di DKI Jakarta, yaitu sebesar 1,14 persen," tulis Anies dalam surat yang diperoleh Bisnis, Senin (29/11/2021).
Berdasarkan surat bernomor 533/-085.15 tersebut, Anies pun memberikan sinyal akan merevisi besaran UMP di DKI Jakarta pada 2022, di mana dituliskan Pemprov tengah mengkaji ulang penghitungan UMP 2022.
"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan kaji ulang penghitungan UMP 2022 dan pembahasan kembali dengan semua stakeholder untuk menyempurnakan dan merevisi Keputusan Gubernur," tulisnya.
Selain itu, Anies menilai ketidakadilan akibat penerapan formula UMP dalam beleid tersebut juga bisa merugikan pekerja di sektor industri yang justru mengalami pertumbuhan di tengah pandemi, sebab dinamika pertumbuhan ekonomi di Jakarta tidak semua sektor usaha mengalami penurunan.
Menurutnya, sebagian sektor masih mengalami peningkatan. Adapun, sektor yang dimaksud di antaranya sektor transportasi dan pergudangan, informasi dan komunikasi, jasa keuangan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial.
Anies juga menjelaskan kenaikan upah minimum tahun ini sangatlah jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
"Sebagai informasi, dalam kurun waktu 6 tahun terakhir rata-rata kenaikan UMP DKI Jakarta adalah sebesar 8,6 persen," ujarnya.
Secara terperinci kenaikan upah minimum pada 2016 mencapai 14,8 persen, 2017 sebesar 8,2 persen, 2018 sebesar 8,7 persen, 2019 sebesar 8 persen, 2020 sebesar 8,5 persen, dan 2021 sebesar 3,2 persen. Adapun pada 2022 angkanya tidak mencapai satu persen yaitu 0,85 persen
Untuk diketahui, berdasarkan PP 36/2021, untuk mendapatkan UMP, maka pemerintah provinsi perlu menentukan dulu batas atas dan batas bawah upah,
Batas upah minimum bisa didapat dari formula rata-rata konsumsi per kapita dikali rata-rata banyaknya Anggota Rumah Tangga (ART), kemudian dibagi rata-rata dari banyaknya ART bekerja pada setiap rumah tangga.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, rata-rata konsumsi per kapita DKI Jakarta sebesar Rp2.336.249 pada 2021. Sementara, rata-rata banyaknya ART sebesar 3,43 dan rata-rata banyaknya ART bekerja pada setiap rumah tangga 1,44.
Hal tersebut mengartikan batas atas yang diperoleh sebesar Rp5.564.815. Kemudian, batas bawah didapat dengan formula batas atas dikali 50 persen, yaitu Rp2.782.622.
Selanjutnya, untuk upah minimum tahun depan, formulanya upah minimum tahun berjalan ditambah pertumbuhan ekonomi atau inflasi dikalikan batas atas dikurangi upah minimum tahun berjalan lalu dibagi batas atas dikurangi batas bawah, kemudian dikali dengan upah minimum tahun berjalan.
Berdasarkan data Kemnaker, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta secara tahun berjalan sebesar 2,07 persen pada 2021, sedangkan inflasi 1,14 persen, maka indikator yang digunakan yang paling tinggi, yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 2,07 persen.
Sementara, upah minimum tahun berjalan sebesar Rp4.416.186. Dengan formula ini didapat UMP DKI Jakarta sebesar Rp4.453.935 pada 2022.