Bisnis.com, JAKARTA -- Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah memastikan tidak ada lagi revisi terhadap penetapan UMP DKI Jakarta di SK Gubernur DKI Jakarta No. 1517/2021 tentang UMP DKI 2022.
Hal tersebut disampaikan oleh Andri di luar ruang rapat di Komisi B DPRD DKI Jakarta pada Senin (27/12/2021). "Tidak ada kemungkinan UMP DKI Jakarta 2022 direvisi lagi," kata Andri.
Sementara untuk perusahaan yang tidak mengalami pertumbuhan bisnis, jelasnya, Pemprov DKI masih menyediakan ruang di dalam SK Gubernur No. 1517/2021. Dengan kata lain, sambungnya, masih terbuka untuk menyesuaikan kondisi perusahaan dengan UMP DKI 2022.
"Di SK tersebut ada ruang. Bagi pengusaha yang memang tidak tumbuh akan dibahas lagi di Dewan Pengupahan," sambungnya
Pembahasan UMP DKI Jakarta 2022 di Komisi B DPRD DKI sendiri berlangsung cukup alot.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP Manuara Siahaan mewanti-wanti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal dualisme kebijakan publik terkait dengan revisi upah minimum provinsi (UMP) senilai 5,1 persen.
Baca Juga
Manuara mengatakan terdapat poin kritikal dalam kebijakan yang diambil berdasarkan SK No.1517/2021 tentang UMP 2022 tersebut, yakni penetapan UMP awal yang bersifat final dan keberata pengusaha.
"Ada kritikal poin yang sangat penting bahwa UMP dki bersifat final dan tidak akan direvisi. Sementara, di sisi pengusaha masih ada keberatan," ujar Manuara.
Keberatan dari pihak pengusaha muncul setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tetap melakukan revisi pada 16 Desember 2021. Pihak pengusaha yang diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) belum ada diskusi dengan Pemprov DKI terkait dengan revisi tersebut.
Sebagai respons, Apindo bersama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengambil langkah hukum dengan akan menggugat Anies Baswedan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika nilai UMP yang ditetapkan berdasarkan SK terakhir.
Situasi ke depan, kata Manuara, perlu disiasati oleh Pemprov DKI Jakarta dengan memastikan akuntabilitas dari kebijakan publik yang sudah diambil.
"Pemenuhan akuntabilitas itu harus bisa dijelaskan. Ini nanti yang akan masuk ke dalam ranah pengujian di ranah hukum. Apabila kita nanti di pihak yang lemah inilah yang membuat kita nanti sangat malu," ujarnya.
Manuara menambahkan, perlu dilakukan eksplorasi secara bersama-sama utnuk mempertanggungjawabkan akuntabilitas kebijakan publik dalam proses pengujian yang akan dilakukan di ranah hukum terkait dengan revisi UMP DKI dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen.