Bisnis.com, JAKARTA - Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimatan Timur, meninggalkan banyak aset dengan nilai total cukup fantatis. Jakarta pun wajib siap mengoptimalkan manfaat aset yang ditinggal itu.
Menurut perhitungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu), pada 2020 total aset di DKI Jakarta mencapai Rp1.000 triliun berupa bangunan dan tanah.
Ketua Komisi III DPD RI Sylviana Murni dalam pemaparannya menyebut aset berupa gedung-gedung milik pemerintah pusat di Jakarta diperkirakan tidak akan kosong dan terbengkalai.
"Aset negara yang ada di Jakarta yang terdiri atas gedung-gedung kementerian/lembaga (K/L) atau Istana Negara rencananya akan disewakan untuk membiayai megaproyek Ibu ota," jelasnya dalam acara virtual berjudul Menata Jakarta Usai Ditinggal Ibu Kota, Jumat (4/2/2022).
Pemindahtanganan aset negara di Jakarta pun memiliki beberapa ketentuan. Pihak pengelola aset negara harus berupa badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya masih milik negara.
Proses pemindahtanganan aset itu, lanjutnya, akan dilakukan melalui tender yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga
Nantinya, bentuk pengelolaan dan pemanfaatan aset atau barang milik negara (BMN) di Jakarta akan diutamakan berjalan menggunakan sejumlah skema.
Antara lain, skema sewa, bangun guna serah/bangun serah guna (BGS/BSG), kerja sama pemanfaatan (KSP), serta kerja sama penyediaan infrastruktur (KSPI).
Melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KSPU), optimalisasi aset di Jakarta nantinya akan dilakukan melalui beberapa skema.
Pertama, skema tarif (availability payment). Kedua, skema design build, finance, operate, and maintenance.
Ketiga, skema pelanggan (subscription) dengan mengacu pada model Masayoshi Softbank di Jepang.
Terdapat dua model. Pertama, 50 persen pemanfaatan ditanggung oleh pemerintah. Kedua, seluruhnya ditanggung oleh swasta.
"Jakarta sudah punya aset. Nah, aset-aset tersebut tidak boleh terlupakan," kata Sylviana.