Bisnis.com, JAKARTA - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta menilai penggunaan air tanah di apartemen, pusat perbelanjaan dan gedung perkantoran dinilai berkontribusi terhadap bencana alam, terutama banjir.
Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) PWNU DKI, Laode Kamaludin mengatakan, terendamnya beberapa lokasi di Jakarta terjadi akibat tiga faktor utama, yakni perubahan iklim yang mengarah pada kenaikan muka air laut, laju penurunan muka tanah (land subsidence) dan penggunaan air tanah secara masif.
“Jika proyeksi hanya difokuskan pada akibat perubahan iklim semata, maka dampak yang dihasilkannya tidaklah terlalu berat. Tetapi jika dua faktor itu bergabung menjadi satu dan berlangsung bersamaan dan terus menerus maka akan memberikan dampak yang sangat serius. Ini bukan main-main,” katanya, Minggu (12/6/2022).
Dia mengingatkan, dampak serius perubahan iklim tersebut mesti lekas ditanggapi dan ditanggulangi oleh semua elemen. Dia menilai selama ini pemangku kepentingan di pusat dan di DKI Jakarta belum seirama dalam menanggulangi dampak tersebut.
“Kementerian PU merekomendasikan agar mengurangi penggunaan air tanah di Jakarta. Tetapi Pemprov DKI sepertinya masih keberatan. Jika hal semacam ini tidak diselesaikan, jelas tidak ada titik temu untuk menanggulangi ancaman Jakarta tenggelam,” ungkapnya.
Sebagai langkah antisipatif, LPBI PWNU DKI Jakarta juga memperingatkan kepada pemilik apartemen serta gedung-gedung dan mall-mall di Jakarta yang masih menggunakan sumur tanah untuk beralih ke jaringan air PAM.
Baca Juga
“Ini penting karena penggunaan air tanah secara massif oleh apartemen-apartemen di Jakarta turut menyumbang turunnya muka tanah di Jakarta,” ucapnya.
Menyikapi permasalahan itu, Kamal menyerukan kepada para pemilik apartemen, mal dan gedung gedung perkantoran di DKI Jakarta untuk menghentikan penggunaan air tanah secara tidak terkendali dan beralih ke jaringan air PAM.
LPBI PWNU DKI Jakarta juga meminta gubenur dan wakil gubernur DKI Jakarta segera menindak tegas pihak yang mencemari dan merusak lingkungan, mengingat agenda besar Presidensi G20 Indonesia salah satunya mengangkat tentang isu lingkungan dan perubahan iklim.