Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PNS Dilarang Rapat di Hotel, PAD DKI Jakarta Turun

Kebijakan pemerintah yang melarang jajaran pegawai negeri sipil (PNS) untuk mengadakan rapat di hotel diperkirakan akan mempengaruhi pendapatan asli daerah DKI Jakarta.
 Kebijakan pemerintah yang melarang jajaran pegawai negeri sipil (PNS) untuk mengadakan rapat di hotel diperkirakan akan mempengaruhi pendapatan asli daerah DKI Jakarta. /
Kebijakan pemerintah yang melarang jajaran pegawai negeri sipil (PNS) untuk mengadakan rapat di hotel diperkirakan akan mempengaruhi pendapatan asli daerah DKI Jakarta. /
Bisnis.com, JAKARTA--Kebijakan pemerintah yang melarang jajaran pegawai negeri sipil (PNS) untuk mengadakan rapat di hotel diperkirakan akan mempengaruhi pendapatan asli daerah DKI Jakarta.
 
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia DKI Krishandi menyebut kebijakan itu merupakan ironi karena pajak yang disumbangkan oleh sektor hotel dan restoran cukup besar bagi Ibu Kota.
 
"Dari sektor perhotelan, restoran, dan hiburan malam pemasukan pajaknya besar. Dengan diberlakukannya kebijakan ini, maka pengaruh juga ke pendapatan DKI," kata Krishandi kepada Bisnis, Minggu (16/11/2014).
 
Dari data realisasi pajak hingga bulan Oktober 2014, pajak hotel, restoran, dan hiburan termasuk pajak yang realisasinya besar. Pajak hotel mencapai 78,95% dari target sebesat Rp1,4 triliun atau sebesar Rp1,105 triliun, pajak restoran mencapai 75,10% dari target Rp2 triliun atau sebesar Rp1,502 triliun, dan pajak hiburan sebesar 82,33% dari target Rp500 miliar atau senilai Rp411 miliar.
 
Dijelaskan Krishandi, hotel-hotel di Jakarta yang paling merasakan dampak kebijakan tersebut adalah hotel-hotel yang menggantungkan pendapatan dari sektor sewa ruang rapat, seperti hotel-hotel yang berada di kawasan Jakarta Pusat atau di sekitar kantor instansi pemerintah.
 
"Kalau hotel di sekitar Mangga Besar, yang faktor pemasukan dari pemerintah tidak memdominasi ya enggak terlalu terasa. Tapi, bagi hotel yang 50% lebih pemasukannya dari sewa ruang rapat, seperti hotel di daerah Cikini ya terasa sekali," ucapnya.
 
Kendati dapat mengurangi pendapatan pajak daerah, Krishandi setuju dengan kebijakan ini apabila bertujuan untuk mengurangi pemborosan anggaran pemerintah.
 
Krishandi menjelaskan banyak instansi yang mengejar untuk menghabiskan anggaran rapat pada tiga bulan terakhir dalam satu tahun. Bahkan, ada yang nekat menggelembungkan anggaran rapat.
 
Namun, dari segi bisnis perhotelan, dirinya menyarankan supaya kebijakan ini dikaji kembali karena pelaku bisnis perhotelan, terutama yang mengandalkan pemasukan dari sewa ruang rapat, butuh waktu untuk adaptasi dengan kebijakan ini.
 
Selain itu, ketersediaan bangunan pemerintah untuk mengadakan rapat dengan jumlah peserta juga belum memadai. Apabila menunggu pembangunan gedung baru memerlukan waktu.
 
"Lebih baik pemerintah irit dalam anggaran rapat, kalau ada oknum hotel yang ikut menggelembungkan dana rapat kita dukung untuk dihukum saja. Tapi, jangan langsung tidak boleh meeting di hotel, sosialisasi dulu. Kalau menunggu pembangunan gedung pemerintah juga perlu setahun dua tahun," kata Krishandi.
 
Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Heru Budi Hartono menyatakan penghematan anggaran dengan diterapkannya kebijakan ini cukup besar, mengingat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di DKI rata-rata mengadakan rapat di hotel tiga bulan sekali.
 
"Kalau sekali rapat yang dihadiri 100 orang itu menghabiskan kira-kira Rp100 juta dan SKPD di Jakarta ada sekitar 50 SKPD dan rapat di hotel dalam setahun 3 sampai 4 kali, ya sekitar Rp150 miliar lah efisiensinya," kata Heru.
 
Walaupun dapat menghemat anggaran hingga ratusan miliar, mantan Walikota Jakarta Utara ini berharap agar pemprov DKI masih dapat menyelenggarakan rapat-rapat penting atau sosialisasi di hotel bintang lima.
 
Dirinya mencontohkan pertemuan dengan duta besar negara-negara sahabat atau sosialisasi yang mengundang banyak pihak, termasuk pihak swasta, agar tetap bisa dikakukan di hotel bintang lima dengan tujuan menjaga citra pemprov DKI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper