JAKARTA: Kalangan pengusaha meminta Pemprov DKI Jakarta dalam menyusun peraturan daerah, surat kepusan gubernur dan kebijakan lain yang terkait dengan kegiatan dunia usaha di Ibu Kota agar melibatkan mereka sehingga dapat dilaksakanan secara baik.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan pengusaha memiliki kemampuan mengenali kebutuhan pasar dan proses kegiatan ekonomi yang sebenarnya sehingga layak disertakan dalam pembahasan kebijakan tersebut.
“Penetapan suatu kebijakan yang objeknya dunia usaha, tetapi pengusaha melalui asosiasinya tidak dilibatkan dalam proses penyusunan aturan itu, maka pelaksanaannya di lapangan tidak maksimal atau tidak bisa dilaksanakan seperti pajak rumah makan,” katanya hari ini.
Menurutnya, pemprov maupun DPRD DKI tidak pernah melibatkan para pengusaha dalam menyusun peraturan mengenai pajak yang menyasar pada jenis usaha warung, kantin dan kafetaria sehingga hasilnya sampai sekarang belum bisa dilakasanakan.
Menurut catatan Bisnis Pemprov DKI akhirnya menangguhkan pemberlakuan pajak tersebut berdasarkan surat intruksi gubernur atau Ingub DKI No.16/2012 tentang Penundaan Pemungutan Pajak Restoran Jenis Usaha Warung, Kantin, dan Kafetaria tertanggal 24 Februari 2012.
Ingub tersebut menunda pembelakuan Perda No.11/2011 tentang Pajak Restoran yang merupakan hasil revisi Perda No.8/2003 tentang Pajak Restoran, yang mengatur batas minimum pajak restoran 10% bagi restoran atau warung beromzet Rp200 juta per tahun atau Rp16,6 juta per bulan atau Rp550 ribu per hari.
Karena mendapat reaksi penolakan, maka Perda No.11/2011 yang rencana diberlakukan mulai awal Januari 2012 itu untuk semenara ditangguhkan dan Pemprov DKI Jakarta tetap memberlakukan Perda No.8/2003 tentang Pajak restoran.
Sarman mengatakan pengusaha memiliki kemampuan menggali berbagai kebutuhan warga Ibu Kota, kemudian dengan inisiatifnya dapat melakukan upaya memenuhi kebutuhan tersebut sehingga terjadilah proses berputarnya roda perekonomian di Jakarta.
Roda perekonomian yang berputar akan menghasilkan gaji dan upba bagi para pekarja serta pajak bagi kas penerimaan asli daerah. Dengan pajak tersebut, lanjuntunya, Pemprov DKI berkesempatan membentuk kondisi agar perekonomian daerah tumbuh dan berkembang.
“Untuk itu Pemprov DKI dan gubernur mendatang harus mampu mempertahankan prestasi pembangunan ekononomi yang telah dicapai selama ini dengan menjaga kesinambungan program perekonomian serta memperhatikan masukan dari kalangan pengusaha,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta Eddy Kuntadi mengatakan pemprov dan para pengusaha wajib menjaga dan meningkatkan pencapaian ekonomi makro di Ibu Kota sehingga dapat melampaui realisasi 2011 dengan pertumbuhan ekonomi 6,7% dan tingkat inflasi 3,97%.
“Produk domestik regional bruto DKI Jakarta pada 2011 mencapai Rp99,2 juta per kapita, yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya Rp89,7 juta per kapita. Seluruh prestasi itu harus terus dipertahankan dan ditingkatkan lagi,” ujarnya.
Eddy menjelaskan realitas pertumbuhan ekonomi di Jakarta itu sekaligus menunjukkan gambaran yang menggembirakan di tengah melemahnya situasi ekonomi dunia, terutama krisis ekonomi di Uni Eropa belakangan ini.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang tidak terlepas dari peran sektor usaha mikro, kecil dan menengah yang selalu digambarkan mempunyai peran penting karena sebagain penduduk Ibu Kota menggantungkan hidupnya dalam kegiatan usaha kecil sektor tradisional dan modern. (sut)