BISNIS.COM, JAKARTA—Pemprov DKI Jakarta menolak permintaan para sopir bajaj terkait proses pelelangan paket dan pembatasan usia bajaj. Para sopir bahkan menuding ada indikasi korupsi yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Ratusan sopir bajaj berbahan bakar minyak (dua tak) sejak pukul 09.00 WIB melakukan unjuk rasa di depan Balau Kota DKI Jakarta.
Salah satu orator aksi, Rahmad mengatakan program kebijakan Kepala Dishub DKI Udar Pristono diduga kuat terjadi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dengan pengusaha pengadaan bajaj berbahan bakar gas (4 tak).
“Hal ini terbukti dari program kebijakan tentang seleksi atau pelelangan paket investasi jasa angkutan lingkungan roda tiga dua tak menjadi kendaraan BBG-4 tak, patut diduga telah terjadi modus kongkalikong penyimpangan penyalahgunaan otoritas kewenangan oleh Pristono,” kata Rahmad di depan gedung Balai Kota DKI hari ini, Kamis (4/7/2013).
Para sopir bajaj 2-tak ini juga meminta pembatasan usia atau umum kendaraan angkutan lingkunan roda tiga BBG 4-tak selama tujuh tahun dibatalkan. Begitu juga dengan penerapan rayonisasi wilayah operasional kendaraan per-wilayah kotamadya yang menurut mereka tidak tepat.
Secara terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama yang menerima kedatangan para pengunjuk rasa menilai ada kesalahpahaman. Kebijakan pemerintah untuk melakukan rayonisasi ialah untuk mengatur kuota operasional bajaj setiap wilayah.
"Menurut saya itu udah fair. Mereka mau kalau ada orang datang ke tempatnya cari duit, nggak pergi-pergi. Kecuali antar penumpang keluar rayon, itu nggak masalah," pungkas Ahok.
Namun permohonan para pemilik Bajaj 2-tak untuk tidak ada pembatasan usia bajaj dikabulkan oleh mantan Bupati Belitung Timur tersebut. Selama masih bisa diperbaiki, menurutnya tidak masalah apabila kondisi bajaj masih layak untuk beroperasi.
Sementara itu sistem lelang untuk pengadaan bajaj yang dipermasalahkan tidak bisa diubah. Ahok memaparkan dalam pengadaan bajaj harus melalui badan usaha atau koperasi dan tidak bisa melalui perorangan.
“Dengan demikian, biaya administrasi pada sistem PPOB yang telah dibebankan kepada konsumen ketenagalistrikan dilakukan oleh tergugat I secara sepihak dan tanpa hak sehingga hal ini bertentangan dengan filosofi perlindungan konsumen.”