Bisnis.com, JAKARTA—Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta mengeluhkan minimnya dana promosi untuk mengembangkan sektor pariwisata di DKI.
Arie Budiman, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI, mengatakan idealnya, komposisi dana promosi pariwisata terhadap sumbangan kepada pendapatan asli daerah (PAD) mencapai 30%. Namun, kondisi di DKI masih jauh dari hal tersebut.
Dia mengungkapkan pada tahun ini, Pemprov DKI mengalokasikan dana promosi pariwisata sekitar Rp80 miliar. Adapun, sumbangan sektor pariwisata kepada PAD mencapai sekitar Rp2,6 triliun pada tahun lalu.
“Artinya kan cuma sekitar 3% saja [komposisinya]. Padahal kota lain [di mancanegara], ada yang [dana promosinya] di atas US$125 juta. Bagaimana mau melawan mereka promosinya?” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (23/8).
Menurutnya, promosi pariwisata DKI termasuk kecil jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang sekawasan. Padahal, lanjutnya, promosi yang kuat diperlukan untuk menjaga momentum pertumbuhan pariwisata di DKI.
Dia mengungkapkan Pemprov tidak perlu ragu-ragu dalam melakukan promosi besar-besaran, kendati kondisi di wilayah Ibukota masih memerlukan banyak pembenahan. Bahkan, hal tersebut malah bisa menjadi ‘cambuk’ untuk segera memperbaiki kondisi Ibukota agar bisa lebih ramah kepada wisatawan.
Eddy Kuntadi, Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) wilayah DKI, mengakui minimnya promosi yang dilakukan untuk mendukung pariwisata di Jakarta. Namun
“Promosinya sendiri memang masih sangat rendah, walaupun Jakarta itu bisa mewakili kepentingan pariwisata untuk seluruh Indonesia sebagai pintu masuknya,” ujarnya, Minggu (25/8/2013).
Oleh karena itu, lanjutnya, Pemprov DKI disarankan untuk meningkatkan anggaran promosi pariwisatanya. Namun, Eddy mengingatkan peningkatan anggaran promosi ini tidak boleh mengorbankan anggaran di pos-pos lain yang ditujukan untuk kesejahteraan sosial, seperti pos pendidikan dan kesehatan.
“Dalam penentuan anggaran harus cukup jeli dalam mengutamakan pos yang berimplikasi besar pada sumbangan PAD, tetapi jangan korbankan sektor lain seperti kesehatan dan pendidikan dalam menghitungnya,” pungkasnya. (ra)