Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meninggalkan mekanisme ganjil-genap dalam mengatasi kemacetan di Ibu Kota sebelum sistem jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP) bisa diterapkan secara efektif.
Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama menilai penerapan mekanisme ganjil-genap malah berisiko menambah kepemilikan mobil pribadi. Apalagi, dia memprediksi berlakunya program mobil murah semakin memudahkan dan mendorong masyarakat untuk membeli mobil baru.
“Hasil survei justru [mekanisme ganjil-genap] malah membuat orang tambah beli mobil, lebih gawat lagi ada [program] mobil murah. Kalau dia punya banyak mobil, langsung tukar platnya buat disesuaikan,” kata pria yang akrab disapa Ahok ini di kantornya, Jumat (4/10).
Oleh karena itu, Ahok menyampaikan rencana penerapan sistem jalan berbayar dengan menggunakan stiker berlangganan. Dia menyebutnya sebagai sistem ‘stiker pass’ atau versi manual dari ERP.
Ahok menjelaskan konsep ini mirip dengan sistem ERP di mana pemilik kendaraan yang ingin melewati jalan yang nantinya akan diterapkan sistem ERP harus memiliki stiker berlangganan ini. Stiker ini hanya diberikan kepada mobil pribadi, tidak termasuk sepeda motor.
Dia menuturkan sepeda motor dilarang masuk ke jalan tersebut dan harus diparkir di lokasi yang telah ditetapkan Pemrov DKI. “Misalnya diparkir di gedung. Kami bisa kerja sama dengan gedungnya, tarif parkir maksimumnya hanya Rp5.000 per hari,” ujarnya.
Menurutnya, sistem ERP akan dimulai di jalan yang dilalui koridor 1 busway jurusan Blok M-Kota sehingga penerapan sistem jalan berbayar melalui stiker berlangganan akan dimulai pada jalan tersebut sampai sistem ERP siap.
Sebelumnya, mantan Bupati Belitung Timur ini menyampaikan proses tender proyek ERP baru bisa terlaksana pada 2014 sehingga sistem ERP kemungkinan baru akan dijalankan pada 2015.
Pemprov DKI sendiri sudah mendatangkan tambahan armada bus baru pada akhir tahun ini. Ahok mengatakan jika pemprov tidak melakukan upaya apapun sebelum sistem ERP dipakai, masyarakat tetap enggan beralih ke transportasi massal.
Pasalnya, pemakaian transportasi massal belum memberikan solusi dalam mengatasi kemacetan akibat masih tingginya jumlah kendaraan beredar di jalan raya.
“Makanya perlu dilakukan sesuatu yang agak radikal. Bus sudah kami datangkan, tetapi naik bus masih kena macet kan karena mobil masih banyak,” jelasnya.
//Tidak Masalah//
Sementara itu, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Azas Tigor Nainggolan berpendapat Pemprov DKI tidak perlu mengganti mekanisme ganjil-genap sebagai sistem perantara sebelum dipakainya sistem ERP.
“[mekanisme] ganjil-genap itu kan bukan strategi permanen, hanya sistem perantara saja. Makanya, nggak masalah kalau pakai ganjil-genap dulu,” katanya saat dihubungi Bisnis, Minggu (6/10).
Menurutnya, sistem ganjil-genap tetap mampu memberikan hasil yang cukup baik. Pasalnya, jika pembelian mobil baru hanya dilakukan untuk mengantisipasi mekanisme ganjil-genap, hal tersebut justru merugikan masyarakat sendiri karena mekanisme ini hanya sementara. “Nanti kalau ERP sudah jalan, yang terlanjur punya mobil banyak malah makin rugi juga,” katanya.
Di sisi lain, Tigor juga tidak mempermasalhkan ide Pemprov DKI yang ingin mengganti mekanisme ganjil-genap menjadi sistem jalan berbayar melalui stiker berlangganan. Dia menjelaskan konsep seperti ini juga berhasil saat diterapkan oleh Singapura sebelum negara tersebut memakai sistem ERP.
DTKJ, lanjutnya, tidak mempermasalahkan sistem apapun yang dipakai sebagai sistem perantara sebelum direalisasikannya sistem ERP. Yang paling penting, DTKJ mendesak agar Pemprov DKI serius untuk segera merealisasikan sistem ERP.
“[mekanisme] Stiker berlangganan atau ganjil-genap sebenarnya tidak termasuk rekomendasi DTKJ. Yang jadi rekomendasi kami itu sistem ERP, penghapusan parkir di badan jalan, dan penerapan zonasi parkir dengan tarif yang berbeda,” katanya.
Dia berpendapat jika Pemprov DKI serius dalam upaya merealisasikan sistem ERP, peraturan daerah (perda) tentang ERP harus segera disahkan.
Dia mengungkapkan kajian mengenai sistem ERP sudah dilakukan sejak 2010. Adapun, lanjutnya, pembahasan di DPRD DKI terkait penerapan sistem ERP ini sudah dilakukan sejak 2011.
Oleh karena itu, Tigor menilai baik Pemprov DKI maupun DPRD DKI, tidak memiliki alasan untuk menunda-nunda pengesahan perda tentang ERP sebagai payung hukum pelaksanaannya.