Bisnis.com, JAKARTA - Siapa yang tak tak mengenal ular tangga? Ya, permainan ini terbilang akrab di kalangan masyarakat Indonesia. Ular tangga dimulai kala para peserta memilih bidak yang menjadi andalan. Setiap pemain menempatkan bidak di kotak pertama yang terletak di sudut kiri bawah papan.
Masing-masing pemain lantas bergiliran melemparkan dadu. Jemari pemain menjalankan bidak sesuai dengan jumlah mata dadu yang mucul. Bila bidak berhenti di kotak dengan tangga maka pemain akan berjalan naik hingga anak tangga terakhir.
Sialnya, jika mendarat di kotak bergambar ular, pemain harus rela bidaknya merosot ke kotak bawah dan memulai lagi perjalanannya. Proses penentuan nasib melalui kocokan dadu terus berlangsung hingga ada peserta yang sukses mencapai kotak terakhir di papan paling atas.
Konsep naik-turun ala ular tangga inilah yang diterapkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam memimpin aparaturnya.
Permainan ular tangga yang dimaksud adalah tidak ada pegawai negeri sipil (PNS) yang benar-benar aman di Ibu Kota. Pasalnya, para staf non-eselon bisa dipromosikan menjadi pejabat eselon IV. Lantas, pejabat eselon IV bisa melesat menjadi pejabat eselon III dan selanjutnya dinaikkan menjadi pejabat eselon II.
Sementara para pejabat eselon II yang memiliki catatan kinerja buruk, tidak akan dimutasi atau dimutasi ke bagian lain setingkat atau golongan III. Tak tanggung-tanggung, para pejabat tersebut akan “tergelincir” menjadi staf atau pegawai noneselon.
Setelah sebelumnya mencuatkan kabar burung tentang reshuffle, Ahok akhirnya melaksanakan pencopotan dan penggantian sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta pada Jumat siang, 3 Juli. Ahok resmi melantik tujuh orang pejabat eselon II atau setara Kepala Dinas, empat orang pejabat eselon III, dan empat orang pejabat eselon IV.
Tujuh kepala dinas yang dilengserkan Ahok yakni Nandar Sunandar (Dinas Pertamanan dan Pemakaman), Saptastri Ediningtyas (Dinas Kebersihan), Benjamin Bukit (Dinas Perhubungan dan Transportasi), Joko Kundaryo (Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah Perdagangan), Zaenal Soelaiman (Dinas Olahraga dan Pemuda), Noor Syamsu Hidayat (Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu), Agus Priyono (Dinas Tata Air).
Terbilang Singkat
Masa jabatan tujuh kepala dinas itu terbilang terbilang singkat. Pasalnya, para Kepala Dinas yang lengser itu baru resmi bertugas sejak 2 Januari 2015. Alhasil, masa kerja tujuh pejabat tersebut hanya berusia 6 bulan.
Meski terkesan terburu-buru, Ahok membela diri bahwa proses reshuffle pejabat di DKI Jakarta sudah sesuai aturan yakni UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Anda semua yang berada di depan saya saat ini terpilih melalui serangkaian proses seleksi sesuai aturan. Jadi, sekarang naik jabatan tidak ada lagi titip-titipan. Saya nggak bermaksud intimidatif, kalau ikutin emosi saya ganti semua [Kepala Dinas],” ujarnya kepada para pejabat baru di depan puluhan PNS DKI Jakarta, Ketua DPRD DKI, tamu undangan, dan wartawan di Balai Kota Jakarta, Jumat (3/7).
Terkait pejabat yang lengser, suami Veronica Tan itu menuturkan hal tersebut merupakan konsekuensi bagi aparat yang tak bisa melaksanakan tugas dengan maksimal.
Menurutnya, Kepala Dinas yang kini berstatus staf gagal dalam melaksanakan program, mengatur anak buah dan menjalin komunikasi dengan para atasan.
Karena itu, dia menitipkan mantan pejabat tersebut ke Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) DKI Jakarta. Bukan hanya turun tahta, kepindahan ke Badiklat berarti kehilangan uang tunjangan kinerja daerah (TKD) yang nilainya bisa menembus puluhan juta rupiah.
Tugas Tidak Mudah
Lantas, situasi apa yang menanti para Kepala Dinas DKI Jakarta yang baru. Dalam sambutannya, Ahok mengingatkan bahwa tugas yang diemban oleh pejabat baru tidak mudah. Dia bahkan menantang Kepala Dinas yang baru dilantik untuk melaporkan siapa saja anak buahnya yang tidak bekerja dengan baik dan layak untuk distafkan.
“Saya beri Anda tenggat waktu satu minggu untuk laporkan nama anak buah anda yang main dan nggak kerja benar. Kalau nggak berani, anda yang saya jadikan staf,” katanya.
Omongan Ahok jelas membuat aparatur negara yang menjalankan tugas di Pemprov DKI Jakarta saat ini tak bisa duduk santai di dalam kantor. Lengah sedikit, Gubernur DKI dan para pejabat bisa mentransfer PNS malas kapan saja ke Badiklat.
Ahok mengingatkan jika ingin posisinya stabil dan mendapat tunjangan besar, PNS bekerja keras dan tidak boleh korupsi. Dia menegaskan situasi kerja yang kompetitif dan penuh pengawasan akan terjadi selama dia masih berkantor di Balai Kota Jakarta.
“Saya nggak mau dengar ada PNS yang di kantor duduk diam sambil gosok-gosok batu akik. Kalau ada yang ketahuan, saya stafkan. Mulai saat ini, tidak ada posisi yang aman di Pemprov DKI. Inilai permainan ular tangga ala saya. Semua PNS silakan kembali bekerja dan mari kita kocok dadunya,” pungkasnya.