Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan hambatan terbesar normalisasi Kali Krukut karena banyak warga ternyata memiliki sertifikat hak milik (SHM) padahal bangunannya berada di bantaran sungai.
"Sekarang mau normalisasi gimana? Saya mau bersihkan bantaran kali gak bisa. Bangunan yang ada di situ punya SHM. Pertanyaannya, kok bisa dulu pemerintah kasih?" ujarnya di Balai Kota DKI, Senin (29/8/2016).
Dia menuturkan salah satu penyebab banjir yang melanda beberapa titik di Kemang pada Sabtu (27/8) lantaran jebolnya tembok pembatas antara sungai dan perumahan warga. Masifnya pembangunan rumah dan pertokoan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) tak pelak membuat bidang Kali Krukut terus menyempit.
Sebagai gambaran, lanjutnya, lebar Kali Krukut pada zaman Belanda mencapai 25 meter. Seiring padatnya permukiman dan perubahan fungsi Kemang menjadi kawasan komersial, lebar maksimal Kali Krukut kini tak lebih dari 5 meter.
Menurutnya, satu-satunya solusi mengatasi banjir di Kemang dengan menggusur bangunan yang berdiri di sepanjang bantaran sungai sehingga bidang Kali Krukut yang bisa menampung air pun bertambah.
Namun, Ahok pesimistis rencana tersebut bisa terlaksana karena sebagian pemilik tanah sudah menetapkan harga jual tinggi.
"Lho, sekarang kami mau perkarakan gimana? Mereka punya bukti SHM. Sekarang kami mau selidiki dulu deh, hotel dan rumah di pinggir kali ini dapat sertifikat dari mana. Mereka ada kewajiban apa engga. Semua harus diteliti," katanya.
Banjir di Jalan Kemang Raya mencapai 10cm-70cm. Banjir ini juga terjadi di kawasan sekitarnya, misalnya Jalan Wijaya Kusuma Raya, Jalan Dharmawangsa, hingga Jalan Sultan Iskandar Muda.
Air yang menggenangi jalan dan bangunan komersial, seperti kafe, restoran, dan pertokoan membuat lalu-lintas di kawasan tersebut terhambat sehingga mengakibatkan kemacetan parah. Beberapa mobil bahkan sempat terendam air lantaran tak bisa bergerak ke tempat yang lebih tinggi.