Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Survei Pilkada DKI, Ada yang “Abal-abal”?

Ada rapat di DPR, begitu alasan Desmond J Mahendra politisi Partai Gerindra saat meninggalkan ruang diskusi pasca-Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi memaparkan hasil survei elektabilitas calon di Pilkada DKI.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adrian Sopa (kanan) di Kantor LSI Jakarta Timur./Antara
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adrian Sopa (kanan) di Kantor LSI Jakarta Timur./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – “Ada rapat di DPR”, begitu alasan Desmond J Mahendra politisi Partai Gerindra saat meninggalkan ruang diskusi pasca-Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi memaparkan hasil survei elektabilitas calon di Pilkada DKI.

Desmond memilih meninggalkan ruang diskusi pada pukul 14.30 WIB, setelah menyampaikan uneg-unegnya lantaran tak terima dengan hasil survei Indikator.

Dalam pandangannya, hasil survei yang dilakukan oleh lembaga milik Burhanudin itu terkesan tak adil dan lebih mengampanyekan kinerja calon petahana Basuki Tjahaja Purnama.

Memang, sejak ditetapkannya Ahok sebagai tersangka pada 16 November silam atas insiden kasus Al-Maidah, baru ada dua lembaga yang berani merilis hasil surveinya terkait elektabilitas calon petahana dan kedua penantangnya yaitu Indikator dan LSI Denny JA.

Penetapan itu membuat banyak pihak, khususnya dari pesaing petahana mengharapkan elektabilitas calon nomor urut dua itu semakin merosot.

Kendati, dalam hasil survei yang dirilis oleh Indikator, elektabilitas Ahok-Djarot rupanya lebih unggul dibanding pasangan calon Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, meski posisinya masih dibawah pasangan Agus Yudhoyono dan Sylviana Murni.

Survei itu menunjukkan elektabilitas Ahok-Djarot berada pada angka 26,2%. Selisih 4,2% dengan pasangan Agus-Sylvi yang berada di urutan pertama dengan elektabilitas sebesar 30,4%.

Sedangkan, elektabilitas dari pasangan calon yang diusung oleh partai Gerindra dan PKS, Anies-Sandi berada diurutan buncit dengan angka 24,5%.

Berbanding Terbalik

Pada sisi lain, dari 800 responden 18,9% mengaku belum tahu siapa yang kelak akan dipilih dalam Pilkada DKI.

Saat itu, Burhanudin mengatakan elektabilitas Ahok-Djarot berbanding terbalik dengan kepuasan masyarakat yang dianggap lebih mengungguli dari kedua rivalnya terkait kinerja selama lima bulan terakhir ini.

Sebanyak 69% responden merasa puas atas kinerja Ahok-Djarot baik dari sisi penanggulangan macet dengan program ganjil-genap, biaya pendidikan dan berobat, hingga infrastruktur dan layanan publik. Sedangkan sisanya, yang tak sepakat dengan kebijakan petahana lebih memilih kedua calon lainnya.

Jika dilihat, yang menjadi  alasan mengapa eletabilitas Ahok-Djarot menurun, meski banyak warga yang puas dengan kinerjanya adalah isu primodial kasus surat Al-Maidah yang menyebabkan warga DKI lebih sibuk untuk memperdebatkan soal layak tidaknya Ahok disebut sebagai penista agama dibandingkan dengan menguji program yang ditawarkan.

Melihat hasil survei yang dipaparkan Burhanudin, Desmond menganggap, bahwa survei itu cenderung mengampanyekan kinerja Ahok-Djarot dibanding yang lain.

“Mana mungkin ini seimbang kalau pertanyaannya sejak awal tidak nyambung, karena pertanyaannya ini sudah kayak kampanye? Jadi kesan saya, siapa yang abal-abal sebenarnya? Denny JA atau Indikator?” tanya Desmond.

“Bagi saya, dari beberapa paparan kesan saya indikator-indikator dan pertanyaan-pertanyaannya lebih mengunci ke petahana yang lebih berkuasa,” ujar Desmond dihadapan sejumlah awak media dan Burhanudin.

Dia menganggap, jika survei yang dilakukan Indikator terkesan mengampanyekan Ahok untuk bangkit dari masalah yang dialaminya. Bahkan, menurut Desmon, survei yang dilakukan oleh tim Indikator terkesan lebih abal-abal, jika dibandingkan survei LSI Denny JA.

Padahal jika diamati, hasil survei  yang dilakukan oleh LSI Denny JA terlihat lebih mengunggulkan salah satu calon.

LSI

Enam hari sebelum Indikator, LSI Denny JA telah lebih dulu mengeluarkan rilis survei yang menyebut, posisi Agus-Sylvi jauh lebih unggul dibanding petahana.

Jauh berbeda dengan survei Indikator, survei LSI yang dilakukan pada 31 Oktober hingga 5 November terhadap 440 responden dengan margin of error sebesar 4,8%  itu menunjukkan, bahwa eletabilitas petahana berada di posisi buncit.

Posisi Ahok yang kini sebagai tersangka justru makin memperburuk dukungannya yang pada November 24,6% kini menjadi  10,6%. Angka tersebut diperoleh dengan menggunakan pertanyaan ‘jika Ahok tersangka.’

Agus-Sylvi, sebelum Ahok tersangka, berada di 20,90%. Namun, setelah Ahok menjadi tersangka dukungan pasangan nomor urut satu itu mengalami peningkatan 30,90 persen, pasangan Anies-Sandi mengalami peningkatan hingga 31,9 %, sedangkan yang belum menentukan pilihan sebanyak 26,6 %.

Terpuruknya posisi Ahok-Djarot, bahkan membuat peneliti LSI Ardian Sopa menuturkan, pasangan petahana itu bisa tersingkir dalam putaran pertama.

“Dari hasil ini Ahok-Djarot bukan tidak mungkin akan gagal di putaran pertama,” katanya.

Anggota tim pemenangan Ahok-Djarot Bestari Barus hanya tertawa melihat hasil survei yang dirilis LSI.  Katanya, survei tidak sesuai dengan fakta di Rumah Lembang, tempat Ahok untuk berinteraksi dan menyerap aspirasi warga Ibu Kota.

Jika melihat situasi di Rumah Lembang yang selalu ramai,  mungkin saja status Ahok sebagai tersangka ini justru bisa menguntungkan bagi pasangan petahana itu. 

 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper