Bisnis.com, JAKARTA- Pemprov DKI Jakarta menegaskan akan mempercepat pembebasan lahan untuk progam normalisasi sungai dan waduk di lokasi pemukiman yang berdekatan dengan kali.
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendrawan mengatakan proses percepatan akan terus berjalan tanpa harus menunggu rumah susun selesai bagi warga yang berlokasi di bantaran sungai sebagai pengganti hunian masyarakat terdampak normalisasi.
"Harus dibeadakan, rumah susun itu akan diberikan bagi mereka yang tak punya alas hak. Jadi mereka tetap direlokasi. Tapi bagi yang punya alas hak, mereka kami kasih ganti rugi tapi tidak dapat rumah susun," paparnya di Balai Kota, Senin (20/2).
Dia menuturkan pihaknya akan tetap mengikuti instruksi gubernur agar tidak merelokasi warga jika belum tersedia rusun sebagai pengganti hunian serta tidak memaksa relokasi jika terdapat sengketa lahan hak milik warga.
Saat ini pihaknya telah merelokasi 33 bidang lahan warga yang bermukim tepat di Kali Sunter. Mereka direlokasi ke wilayah Pulogebang dan rusun Komarudin, Jakarta Timur.
Adapun, hingga pertengahan Februari tahun ini pihaknya telah membayar ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp40 miliar terhadap warga yang lahan dan berkasnya tercatat lengkap serta valid sesuai hasil penelitian tim pembebasan lahan.
Dia menambahkan normalisasi saat ini masuk tahun keempat dengan realisasi mencapai 40%. Normalisasi berkalan agak lambat karena masih terdapat beberapa wilayah yang sulit untuk direlokasi. Dia memberi contoh, wilayah Bukit Duri masih ada 4 RT di RW 12 yang belum direlokasi.
Teguh menambahkan, saat ini pihaknya menganggarkan Rp600 miliar untuk pembebasan lahan waduk dan normalisasi sungai sepanjang 2017.
Menurutnya, rincian anggaran tersebut antara lain Rp400 miliar untuk pembebasan waduk dan Rp200 miliar untuk normalisasi sungai. "Jadi mana saja lahan yang administrasi dan berkasnya lengkap kami akan bayar," ujarnya.
Dia menuturkan tugas dan wewenang Dinas Tata Air DKI Jakarta hanya membebaskan lahan karena untuk pembangunan infrastruktur ada pada kewenangan Kementerian PU PR dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane.
Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan Rakyat DKI Jakarta Arifin mengatakan total rusunawa yang tersedia di Ibu Kota saat ini tidak sampai 1.000 unit.
"Dari 23 lokasi rusunawa, jumlah unit yang kosong sekitar 600 unit. Unit yang tersedia tersebut dapat digunakan untuk menampung warga yang terdampak program normalisasi," katanya.
Dia menuturkan unit-unit tersebut tersebar di beberapa lokasi, misalnya rusunawa Marunda, Rawa Bebek, dan lainnya. Dinas Perumahan Rakyat DKI berkoordinasi dengan Walikota di lima wilayah terkait pemanfaatan rusunawa untuk menampung warga korban normalisasi sungai.
Nantinya, lanjut dia, masing-masing Walikota dapat mengajukan proposal yang berisi jumlah warga yang harus direlokasi dan jumlah unit rusunawa yang dibutuhkan.
"Misalnya, Walikota Jakarta Utara kasih kabar akan melakukan normalisasi. Kami bisa siapkan unit-unit kosong di rusunawa Marunda. Begitu pula dengan Jakarta Timur akan disiapkan di rusunawa Rawa Bebek," imbuhnya.
Meski demikian, dia mengakui 600 unit rusunawa tersebut tak bisa menampung seluruh kegiatan relokasi warga. Pasalnya, proyek pembangunan rusunawa di enam lokasi belum selesai hingga batas yang ditentukan, yakni 15 Februari 2017.
Enam rusunawa tersebut yang belum rampung tersebut, yaitu KS Tubun, Cakung Barat, Bekasi KM 2, Lokbin Semper, dan Rawa Bebek. Progres pembangunan enam rusunawa berkisar antara 97%-99% saja.
"Semua pekerjaan di lapangan mau tak mau harus selesai karena sudah lewat dari deadline yang ditentukan. Nantinya, pekerjaan kontraktor akan dinilai oleh tim penaksir [appraiser]. Nilai tersebut yang akan dibayar Pemprov DKI," jelasnya.
Dinas Perumahan Rakyat DKI akan berkonsultasi dengan Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) DKI untuk memastikan kelanjutan tahap finalisasi rusunawa-rusunawa tersebut.
"Nanti akan dicari solusinya. Apakah kami harus melakukan lelang ulang atau bisa swakelola. Targetnya tahun ini harus selesai," katanya.