Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) di pulau reklamasi sepenuhnya dipegang Pemerintah Provinsi Jakarta. Meski demikian, dia mengingatkan agar institusi terkait harus mengikuti aturan, serta transparan.
"Transparansi dalam penentuan NJOP ini perlu dilakukan untuk keadilan masyarakat. Jangan NJOP di pulau reklamasi dibuat lebih rendah tanpa alasan yang jelas. Ini bisa mencederai rakyat," katanya, Jumat (22/9/2017).
Yustinus mengatakan, rendahnya nilai NJOP Pulau C dan D tentu akan merugikan Pemprov DKI. Pasalnya, nilai tersebut akan digunakan untuk menghitung besaran aset dari hak pengelolaan lahan (HPL). Bukan itu saja, tidak proporsionalnya NJOP akan berimbas pada penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB), serta bea perolehan atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Sebagai informasi, PT KNI telah menyetor BPHTB sebesar Rp483 miliar setelah SK NJOP diterbitkan oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI beberapa waktu lalu.
"NJOP memang bisa direvisi. Namun, tak bisa sering. Mungkin idealnya tiga tahun sekali. BPRD DKI harus jeli melihat progres pembangunan pulau sebagai bahan dasar perubahan NJOP. Apalagi, pulau reklamasi akan dibangun menjadi kawasan elit atau komersial," imbuhnya.
Seperti diketahui, Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta menetapkan NJOP untuk Pulau C dan D sebesar Rp3,1 juta/m2.
Baca Juga
BPRD DKI menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) Dwi Haryantono & Agustinus Tamba untuk menaksir harga tanah di dua pulau tersebut bulan lalu setelah pemerintah pusat menerbitkan sertifikat hak pengelolaan lahan dan hak guna bangunan untuk PT Kapuk Naga Indah (PT KNI).