Bisnis.com, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak besaran upah minimum provinsi (UMP) 2018 sebesar Rp3,6 juta.
Ketua KSPI Said Iqbal mengatakan buruh tetap menuntut UMP 2018 sebesar Rp 3,9 juta.
"Kami sudah menyampaikan ke Wakil Gubernur Sandiaga Uno nilai kompromi yang ditawarkan buruh adalah Rp 3,75 juta, naik sekitar 13,9% agar bisa secara bertahap upah buruh Jakarta mengejar ketertinggalan dengan upah buruh Bekasi, Karawang, Vietnam, dan Malaysia," ujarnya, Jumat (3/11/2017).
Dia menuturkan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada penetapan UMP DKI 2016 tidak memakai PP 78/2015. Sebagaimana diketahui, PP 78/2015 disahkan tahun 2015 dan diberlakukan untuk UMP 2016.
Ahok dalam memutuskan UMP DKI 2016 tidak memakai PP 78/2015 dan menaikkan UMP 2016 sebesar 14,8%.
"Kalau pakai PP 78/2015 maka naiknya saat itu hanya sekitar 10,8% saja. Jadi lebih besar 4 persen terhadap PP 78/2015, dan tidak ada sanksi apa pun terhadap Ahok," jelasnya.
Baca Juga
Sedangkan untuk UMP DKI 2018, Anies-Sandi mengacu pada PP 78/2015, maka hanya naik 8,71 persen. Apabila usulan buruh bisa diterima di antara Rp 3,75 juta sampai Rp3,9 juta, maka kenaikannya berkisar 13,19% atau 4,5% lebih besar terhadap PP 78/2015.
Said mengatakan ini bukan tentang besar kecil kenaikan, maupun mampu atau tidak mampunya pengusaha. Tetapi lebih tentang rasa keadilan terhadap buruh, karena faktanya memang upah buruh DKI kecil dan murah.
"Ternyata Ahok jauh lebih berani dan kesatria dalam memutuskan UMP pada waktu itu, ketimbang Anies-Sandi. Mereka berdua justru berbohong serta mengingkari janjinya sendiri dalam kontrak politik," katanya.
Padahal, Anies - Sandi pernah menandatangani kontrak politik yang salah satu isinya, dalam menetapkan UMP DKI Jakarta nilainya lebih tinggi dari PP 78/2015.