Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) tengah menyiapkan konsep terkait rencana pembangunan trainway atau jalur trem dalam kota di sejumlah koridor Transjakarta.
Rencana pembangunan trem merupakan bentuk antisipasi pemerintah dalam mengantisipasi lonjakan pengguna angkutan transportasi massal yang dinilai akan melonjak di masa mendatang, khususnya pengguna Transjakarta.
Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan trem memiliki daya angkut lebih tinggi dibandingkan dengan bus Transjakarta lantaran bisa memiliki sampai 7 rangkaian. Sementara dalam satu bus Transjakarta hanya bisa menampung sampai puluhan penumpang.
"Kalau trem dalam 7 rangkaian bisa 700 orang daya angkutnya. Sekarang kita sudah memikirkan ke sana. Karena kalau semua kebijakan itu berhasil yang menyebabkan semua orang pindah ke angkutan umum, maka akan collapse bus-busnya," katanya, Kamis (18/10/2018).
Selain itu, rencana pembangunan trem telah masuk ke dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RIJT) 2019-2029 melalui Perpres 55 Tahun 2018 sehingga mempunyai payung hukum yang jelas.
Saat ini, terdapat kecenderungan mobilitas masih dominan menggunakan kendaraan pribadi sehingga yang terjadi adalah lebih banyak perpindahan kendaraan daripada perpindahan orang yang menyebabkan kemacetan parah.
Baca Juga
Sistem transportasi yang akan diwujudkan sesuai RIJT tersebut nantinya akan lebih banyak memindahkan orang daripada memindahkan kendaraan karena berbasis angkutan umum massal.
Bambang mengatakan rencana pembangunan trem merupakan salah satu tindak lanjut menyusul diberlakukannya sistem ganjil-genap yang diklaim berhasil diterapkan selama gelaran Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018, sehingga sistem tersebut diteruskan hingga akhir tahun.
Namun, sebelum melangkah pada pembangunan trem, pihaknya bersama Pemerintah DKI akan terlebih dahulu memberlakukan sistem jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) secara bertahap di sejumlah ruas jalan yang rencananya akan dimulai pada 2019 mendatang.
Di sisi, dia belum memaparkan lebih jauh terkait koridor Transjakarta mana saja yang akan dijadikan proyek percontohan pada proyek trainway tersebut.
Selain itu, nantinya pemerintah akan memanfaatkan skema Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam pembangunan proyek ini.
"Belum ada angka investasinya. Masih perlu kajian dulu. Baru [nanti] siapkan pilot project," ujarnya.
Menurut Bambang, penggantian bus Transjakarta ke angkutan trem diharapkan bisa memperluas jangkauan transportasi massal Jabodetabek, apalagi didukung dengan proyek Light Rail Transit atau Lintas Rel Terpadu dan Mass Rapid Transit atau Moda Raya Terpadu yang akan beroperasi 2019.
Hal itu sesuai dari RIJT bahwa cakupan layanan angkutan umum perkotaan harus mencapai 80% dari panjang jalan dan setiap daerah harus mempunyai jaringan layanan lokal/pengumpan (feeder) yang diintegrasikan dengan jaringan utama melalui satu simpul transportasi perkotaan.
Dalam RIJT, dari sisi pergerakan orang disebutkan bahwa 60% pergerakan orang harus menggunakan angkutan umum massal perkotaan pada 2029.
Dengan begitu, Bambang memperkirakan ke depannya rata-rata laju kendaraan akan mencapai 23 kilometer per jam pada 2019 dan 70 kilometer per jam pada 2029 mendatang.