Bisnis.com, JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta dinilai tidak transparan dalam proses pengambilalihan pengelolaan air bersih dari PT PAM Lyonnaise Jaya atau Palyja dan PT Aetra Air Jakarta, Aetra.
Anggota KMMSAJ Jeanny Sirait mengatakan pihaknya pernah mengajukan permohonan informasi publik terkait hasil kerja Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum dan audit independen terhadap PD PAM Jaya tahun 2018. Namun, hingga saat ini permohonan tersebut tidak ditanggapi oleh Pemprov DKI Jakarta.
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) memandang Pemprov DKI Jakarta beserta Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum tidak transparan. Ketidaktransparanan itu baik dalam proses pengambilalihan maupun atas kajian yang digunakan terkait rencana pengambilalihan tersebut.
"Gubernur DKI Jakarta berulang kali menyatakan air adalah barang publik. Namun, sayanya Gubernur DKI Jakarta tidak melibatkan publik dalam mengambil kebijakan untuk menghentikan swastanisasi air di DKI Jakarta," kata Jeanny, Minggu (7/4/2019).
Selain tidak transparan, Jeanny menuding tidak ada kejelasan dari Pemprov DKI Jakarta soal proses pengambilalihan pengelolaan air dari dua mitra PD PAM Jaya tersebut.
Untuk diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memerintahkan kepada Direktur Utama PD PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo untuk segera menyepakati head of agreement (HoA) dengan Palyja dan Aetra pada Maret 2019.
Namun, hingga hari ini belum ada kejelasan dari kelanjutan HoA dimaksud. Baik Anies maupun Bambang enggan menjelaskan bagaimana kelanjutan HoA tersebut.
Tim Evaluasi Tata Kelola Air menawarkan tiga langkah yang dapat ditempuh dalam rangka pengambilalihan pengelolaan air bersih.
Berdasarkan kajian tim, ada tiga langkah kebijakan yang dapat diambil oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu membiarkan kontrak selesai hingga tahun 2023, pemutusan kontrak kerja sama antara PD PAM Jaya dengan pihak swasta terkait, dan yang terakhir adalah pengambilalihan melalui tindakan perdata.
Langkah pertama tidak direkomendasikan oleh tim karena kinerja mitra PD PAM Jaya masih jauh dari target yang diinginkan Pemprov DKI Jakarta.
Cakupan pelayanan air bersih pada tahun 1998 baru 44,5%. Namun, setelah pengelolaan air bersih dikelola swasta cakupannya baru mencapai 59,4% pada 2017.
Adapun pada 2023 Pemprov DKI Jakarta menargetkan perluasan cakupan pelayanan air bersih hingga 82%.
Langkah pemutusan kontrak juga tidak direkomendasikan karena akan menimbulkan preseden buruk bagi iklim investasi DKI Jakarta serta adanya kewajiban membayar biaya terminasi kontrak yang mencapai Rp1 triliun.
Oleh karena itu, Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum menyarankan pengambilalihan melalui tindakan perdata.
Pengambilalihan pengelolaan air bersih ini terdiri dari tiga opsi yaitu pengambilalihan sebagian pengelolaan sesuai dengan PP No. 122/2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, pembelian saham Palyja dan Aetra oleh Pemprov DKI Jakarta, dan pemutusan kontrak sesuai dengan pasal 49 poin 3 dari perjanjian kerja sama yang disepakati pada 1997.