Bisnis.com, JAKARTA - Warga DKI Jakarta, yang tergabung dalam Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan dan Hak atas Air (GERAK) melayangkan surat terbuka kepada Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengenai praktik penswastaan atau swastanisasi air di Ibu Kota.
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan juga perwakilan dari GERAK Jihan Fauziah Hamdi mengatakan, pada 31 Januari 2023 Perjanjian Kerja Sama (PKS) Swastanisasi Air Jakarta antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Palyja dan Aetra akan berakhir.
Alih-alih melakukan proses evaluasi secara menyeluruh terkait dengan praktik swastanisasi air jakarta yang telah berlangsung selama 25 tahun, Pemprov DKI Jakarta dan PAM Jaya justru sudah menandatangani kontrak dengan PT Moya Indonesia pada 14 Oktober 2022 .
“Kami menilai swastanisasi air Jakarta telah melanggar Hak Asasi Manusia dan Konstitusi terkait pemenuhan hak atas air warga DKI Jakarta. Fakta bahwa perjanjian kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta dengan Palyja dan Aetra selama 25 tahun telah mengakibatkan kerugian bagi warga DKI,” ujar Jihan dalam keterangannya, Senin (30/1/2023).
Jihan melanjutkan bahwa hal yang sama juga telah disampaikan KPK dan BPKP yang melakukan pemeriksaan terhadap proses addendum perjanjian kerja sama swastanisasi air pada September-Oktober 2020. Mereka menemukan bahwa proses addendum tersebut harus dihentikan karena adanya temuan fraud (kecurangan) dalam perpanjangan addendum PAM Jaya dan Aetra.
KPK pun merekomendasikan Pemprov DKI Jakarta untuk menunggu agar perjanjian PDAM DKI Jakarta dan PT Aetra selesai tahun 2023, jika sudah selesai pengelolaan air bersih di DKI Jakarta harus dikembalikan kepada PDAM DKI Jakarta seluruhnya.
Baca Juga
“Di sisi lain, kerugian tersebut tidak akan terjadi apabila Pemprov DKI Jakarta mematuhi ketentuan pengusahaan air berdasarkan UUD 1945, berbagai tafsir dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, dan UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (“UU 17/2019”),” jelas dia.
Jihan menyampaikan, Pemprov DKI Jakarta telah gagal dalam mendasari kebijakannya pada pengusahaan air. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, berbagai tafsir dalam Putusan MK, UU 17/2019, serta telah gagal dalam menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) hak asasi manusia dari Warga DKI Jakarta, berdasarkan Kovenan Ekosob.
Seharusnya yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta adalah melakukan proses evaluasi secara menyeluruh, partisipatif dan akuntabel dalam proses pengelolaan air Jakarta serta memastikan pemenuhan hak atas air untuk seluruh masyarakat dengan cara melakukan remunisipalisasi pengelolaan air Jakarta sebagaimana mandat Putusan MK No. 85/PUU-XI/2013.