Kabar24.com, JAKARTA — Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengungkap alasan mengapa dirinya rela menjalani semua hukuman terkait dengan kasus penodaan agama yang menimpanya.
Menurutnya, semua warga negara tidak boleh menggunakan kepentingan berbau Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
"Ketika saya dihina, difitnah, dipermalukan dan diperlakukan tidak adil sekalipun, asal untuk kepentingan nasional saya akan tetap tegak berdiri menjalaninya. Jika setiap warga negara rela “mematikan” egonya, kepentingan SARA-nya, maka saat itulah Indonesia akan menuju kejayaan," kata Ahok seperti dikutip dalam akun Instagram @basukibtp, Selasa (23/7/2019).
Ahok menuturkan tugas utama saat masih menjabat di Balai Kota DKI Jakarta adalah bekerja tanpa korupsi.
Menurutnya, masyarakat saat ini tidak diminta untuk berkorban nyawa seperti masa penjajahan dulu untuk membela Indonesia.
Hal lain yang tak kalah penting, kata Ahok, adalah memaafkan kesalahan masa lalu. Mantan Bupati Belitung Timur tersebut menuturkan harus ada rekonsiliasi nasional bagi seluruh kekhilafan atau kesengajaan terjadinya kejahatan kemanusiaan demi kekuasaan.
"Ini harus dilakukan supaya kita tidak terjebak dalam polemik saling menyalahkan soal masa lalu," ujar Ahok.
Seperti diketahui, Ahok menerima penghargaan Rooseeno Award IX-2019 pada Senin (22/07/2019). Penghargaan itu diberikan kepada tokoh Indonesia yang dinilai memiliki etos kerja dan integritas tinggi.
Ahok menuturkan kehidupannya sebagai seorang Gubernur DKI Jakarta berubah dalam sekejap. Setelah kalah di ajang Pilkada DKI 2017, dia divonis bersalah oleh hakim terkait kasus penistaan agama. Ahok pun langsung masuk tahanan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat.
Kondisi tersebut, kata Ahok, tentu memunculkan kekecewaan dan rasa ketidakadilan. Mantan Bupati Belitung Timur tersebut merasa dikorbankan, namun akhirnya harus melewati masa-masa penuh kekecewaan dan amarah tersebut.
Pelajaran yang didapat dari kondisi awal di Mako Brimob adalah dalam kesulitan dia menyikapinya sebagai “blessing in disguise”.