Bisnis.com, JAKARTA — PT Jakarta Propertindo (Jakpro) melakukan penyajian kembali atau restatement laporan keuangannya sejak tahun anggaran 2015. Pihak Jakpro pun mengakui laporan keuangannya bermasalah, dimulai sejak tahun tersebut.
Direktur Utama Jakpro Dwi Wahyu Daryoto mengungkap hal ini dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Perkiraan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD DKI Jakarta T.A. 2020 bersama Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI Jakarta.
Seperti diketahui, semua BUMD yang sahamnya dimilik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu mitra kerja Komisi C, anggota dewan memiliki tugas mengawal pendapatan daerah berupa dividen yang disetorkan BUMD, serta menilai anggaran-anggaran penyertaan modal daerah (PMD) untuk membiayai proyek strategis daerah.
Awalnya, Dwi memaparkan kinerja perusahaan dan kondisi keuangan Jakpro, yang baru dua minggu lalu menyelesaikan audit keuangan tahun anggaran 2018.
"Kenapa kita baru selesai [audit 2018]? Penyebabnya kita melakukan reaudit pada 2015. Sehingga pada 2015, 2016, 2017, kita melakukan restatement [penyajian kembali] oleh auditor. Karena apa ini terjadi? Karena ada beberapa kegiatan atau proyek yang diidentifikasi tidak sesuai dengan laporan," ungkap Dwi dalam agenda yang berlangsung hingga Rabu (30/10/2019) tengah malam.
"Pada 2015, sebelum restating laba bersih kita Rp6,9 miliar tapi setelah di-restate ternyata kita rugi Rp55 miliar. Kemudian 2016, setelah di-restate kita masih untung laba bersih Rp44 miliar dari sebelumnya [untung] Rp193 miliar. Tahun 2017 Rp478 miliar, setelah di-restate jadi Rp233 miliar," jelasnya.
Baca Juga
Dwi melanjutkan bahwa pada 2018, sebenarnya Jakpro mampu mencatat laba bersih Rp244 miliar, namun ada revaluasi aset properti di Pulomas sesuai dengan standar akuntansi, nilainya mencapai Rp300 miliar.
Inilah yang mengakibatkan Jakpro 'absen' menyetor dividen ke Pemprov DKI pada tahun ini, setelah sebelumnya mampu menyumbang realisasi dividen Rp95,1 miliar pada 2018. Nantinya, Pemprov DKI pun hanya menargetkan dividen Jakpro sebesar Rp21,2 miliar pada APBD T.A. 2020 nanti.
Ketika dikonfirmasi Bisnis selepas menghadiri agenda di Gedung DPRD DKI Jakarta tersebut, Dwi tak menampik bahwa adanya restatement ini berpotensi memiliki implikasi dugaan korupsi.
Dwi menegaskan bahwa dirinya tak memiliki kewenangan menilai hal tersebut, "Yang pasti, kami telah melakukan restatement. Tapi, tentu saja, bagaimana tindak lanjutnya nanti tergantung pihak-pihak yang memiliki wewenang," ungkap mantan Direktur Manajemen Aset PT Pertamina ini .
Pria yang berkiprah di Jakpro sejak Juli 2018 ini pun menjelaskan bahwa temuan masalah laporan keuangan perusahaannya masih dipantau pihak otoritas, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) lewat audit investigatif.
Oleh sebab itu, Dwi menekankan bahwa pihaknya saat ini fokus mengupayakan kondisi keuangan perusahaan yang sehat dan apa adanya, serta menjalankan tugas-tugas pembangunan yang menjadi kegiatan strategis di Ibu Kota secara maksimal.
Seperti diketahui, Jakpro tengah dipercaya menjalankan pembangunan Jakarta International Stadium (JIS), Revitalisasi Taman Ismail Marzuki, Pembangunan Rumah DP Nol Rupiah di Rorotan, Pembangunan kereta Lintas Rel Terpadu (LRT) Koridor 1 Fase 2A, mengawal Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, dan mensukseskan pembangunan sarana-prasarana ajang balap mobil listrik Formula E.