Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jakpro Bentuk Lembaga Pembiayaan Infrastruktur Buat DKI Jakarta

Lembaga Pembiayaan Pembangunan Daerah itu akan berbentuk anak perusahaan Jakpro.
PT Jakarta Propertindo (Jakpro) merambah layanan manajemen dokumen (document management system) bernama Jakdrive/Bisnis
PT Jakarta Propertindo (Jakpro) merambah layanan manajemen dokumen (document management system) bernama Jakdrive/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - PT Jakarta Propertindo (Jakpro) mulai berproses membentuk Lembaga Pembiayaan Pembangunan Daerah sesuai mandat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Sebelumnya, hal ini tertuang dalam Peraturan Gubernur No 118/2019 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo (Perseroan Daerah) dalam Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Lembaga Pembiayaan Pembangunan Daerah (LPPD) ini akan berbentuk anak perusahaan Jakpro.

Beleid yang diundangkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu menyebut bahwa penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur berguna mendorong percepatan pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak sosial dan ekonomi serta berkontribusi pada Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Sekretaris Perusahaan Jakpro Hani Sumarno menjelaskan Jakpro telah rampung melakukan kajian awal dengan menggandeng konsultan internasional McKinsey.

Hani mengungkap bahwa telah ada lima perusahaan yang tertarik bekerja sama dengan Jakpro merealisasikan anak perusahaan barunya ini. Kelima di antaranya PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), dan perusahaan sekuritas seperti BNI Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Bahana Sekuritas, dan Danareksa Sekuritas.

"Jadi selain lima kandidat rekan kerja kami itu, SKPD terkait seperti Badan Pengelola Keuangan Daerah [BPKD] juga sudah kita ajak focused group discussion [FGD] tentang feasibility study yang kami buat," ujarnya kepada Bisnis.com, Minggu (8/12/2019).

Nantinya, Hani meyakini bahwa anak perusahaan baru itu mampu menjadi pilar masa depan pembangunan infrastruktur Ibu Kota. Alasannya, penugasan pembentukan LPPD kepada Jakpro merupakan akibat semakin tingginya gap anggaran belanja modal atau capex dengan kebutuhan pembangunan infrastruktur di lingkup Pemprov DKI Jakarta.

"Anggaran capex di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah [APBD] dari 2012-2018 itu hanya naik 5%, padahal anggaran belanja dan operasional itu naiknya bisa sampai 16%," tambahnya.

Oleh sebab itu, Jakarta perlu konsep perusahaan pembiayaan infrastruktur skala daerah yang walaupun terbilang baru di Indonesia, justru telah diterapkan di pemerintah kota atau daerah di banyak negara lain.

LPPD diklaim mampu memberikan keleluasaan dan percepatan pembangunan infrastruktur di daerah tersebut. "Kita juga sudah berkunjung ke China misalnya di Shanghai dan Beijing. Ternyata LPPD itu justru hampir di tiap kota ada, loh. Sudah menjadi hal lumrah, bahkan sudah ada yang sanggup membiayai pembangunan infrastruktur pendidikan tinggi juga," ungkap Hani.

Direktur Utama Jakpro Dwi Wahyu Daryoto sebelumnya menjelaskan bahwa perusahaan pembiayaan infrastruktur miliknya akan mirip dengan beberapa perusahaan sudah eksis sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di tingkat pemerintah pusat.

Yakni, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI yang dibentuk pada 26 Februari 2009 di bawah koordinasi Kementrian Keuangan dengan mandat menjadi katalis pembangunan infrastruktur Indonesia.

Selain itu, ada pula PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII yang dibentuk pada 30 Desember 2009, sebagai BUMN yang diberi mandat untuk menyediakan penjaminan bagi proyek-proyek infrastruktur dalam skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) sebagai salah satu upaya percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Dalam beleid Pergub penugasan ini, Jakpro pun diberikan keleluasaan mendapatkan pendanaan untuk penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur ini.

Modal dapat bersumber dari modal perusahaan, patungan modal perusahaan dengan badan usaha lainnya, pinjaman dari lembaga keuangan, penerbitan surat utang dan obligasi, pinjaman dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, penyertaan modal daerah, hibah yang sah dan tidak mengikat, pinjaman dan/atau bentuk pendanaan lain dari badan investasi pemerintah, atau bentuk pendanaan lain yang sah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Jadi nanti modal dasarnya dari Jakpro dulu. Terus nanti konsep utamanya apabila ada sisa-sisa anggaran berlebih, nanti akan ditaruh di situ. Kemudian dialokasikan untuk pembangunan daerah," ungkap Dwi kepada Bisnis baru-baru ini.

Setelah pembentukan perusahaan siap, maka Jakpro akan mengajukan agenda pembahasan ke DPRD DKI Jakarta selaku pihak eksekutif. Kini, Jakpro hanya fokus pada penugasan yang diberikan Pemprov DKI Jakarta.

"Dasar hukumnya sudah ada dari Peraturan Gubernur. Karena ini anak perusahaan, jadi harus ada Perda [Peraturan Daerah] juga. Nanti setelah kajian selesai akan kita usulkan di Bapemperda [Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD DKI Jakarta]," jelasnya.

Dwi berharap anak perusahaan baru Jakpro mampu memberikan stimulus bagi berbagai pembangunan di Ibu Kota. Terutama terhadap pembangunan oleh saudara sesama Badan Usaha Milik Daerah Pemprov DKI Jakarta.

"Daripada teman-teman BUMD seperti Sarana Jaya mengambil dari APBD lewat PMD [penyertaan modal daerah sebagai modal], lebih baik di perusahaan itu, sistemnya seperti loan [pinjaman] ke bank. Tapi ini kan sesama BUMD, jadi bisa lebih efisien," tambahnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Hendra Wibawa
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper