Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mal Wajib Sediakan Ruang Gratis Buat UMKM, Pengelola Keberatan

Pelaku usaha mengaku keberatan dengan Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran yang memuat sejumlah kewajiban bagi para pengelola pusat belanja atau mal di Ibu Kota.
Sejumlah gerai di salah satu pusat perbelanjaan masih tampak tutup pada Kamis (6/6/2019) sedangkan gerai yang sudah beroperasi tampak mulai dipadati pengunjung./Bisnis-Juli E. Manalu
Sejumlah gerai di salah satu pusat perbelanjaan masih tampak tutup pada Kamis (6/6/2019) sedangkan gerai yang sudah beroperasi tampak mulai dipadati pengunjung./Bisnis-Juli E. Manalu

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha menyatakan keberatan dengan Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran yang memuat sejumlah kewajiban bagi para pengelola pusat belanja atau mal di Ibu Kota.

Perda ini mulai diundangkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sejak 31 Mei 2018. Sejumlah kewajiban untuk memberdayakan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui tiga pola kemitraan (Pasal 41 ayat 2), yakni: penyediaan lokasi usaha; peyediaan pasokan; dan/atau penyediaan fasilitasi.

Dari tiga pola kemitraan tersebut, penyediaan lokasi usaha merupakan pola kemitraan yang wajib dilaksanakan Pengelola Pusat Belanja. Di mana, pengelola diwajibkan untuk menyediakan ruang usaha sebesar 20% secara gratis untuk pelaku UMKM.

Tiga organisasi, yakni Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), dan Real Estate Indonesia (REI) mengaku keberatan dengan aturan ini dan menilai tidak mungkin aturan itu dilaksanakan.

Ketua Umum APPBI Stefanus Ridwan mengungkap bahwa Pengelola Pusat Perbelanjaan tak mungkin menanggung biaya 20% ruang usaha yang diberikan untuk UMKM apabila digratiskan.

"Karena saat ini bisnis Pusat Belanja sedang tidak baik, banyak pusat belanja yang merugi. Sedangkan yang sukses pun baru 12 tahun tanpa menghitung harga tanah, dan baru dapat Break Event Point [BEP]," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Rabu (11/12/2019).

Ridwan menambahkan, Pusat Perbelanjaan justru telah menjalin kemitraan dengan UMKM. Saat ini, telah ada 42.828 tenant UMKM di 45 dari total 85 Pusat Perbelanjaan di Jakarta. Adapun 762 kios UMKM juga sudah beroperasi di kantin-kantin karyawan mal.

Selain itu, anggota-anggota APPBI di Jakarta juga rutin menggelar pameran UMKM. Setidaknya ada 1.712 kali pameran UMKM dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa APPBI berpihak pada UMKM dan mendukung pengembangan industri UMKM.

"Ketiga, jika Pengelola Pusat Belanja harus menyediakan 20% ruang usaha untuk UMKM lain secara gratis, maka UMKM yang sudah ada akan kalah bersaing. Karena mereka harus membebankan biaya sewa kepada konsumen dalam bentuk harga produk yang lebih mahal," jelasnya.

Hal ini, menurut Ridwan akan mendorong UMKM terlibat dalam persaingan yang tidak sehat. Oleh sebab itu, APPBI menilai apabila aturan yang tercantum dalam Perda No. 2/2018 tersebut tetap dilaksanakan, maka hal itu berpotensi membuat semua Pusat Perbelanjaan tutup.

"Tanpa adanya aturan tersebut pun, sejumlah Pengelola Pusat Belanja saat ini tengah berupaya mengatasi kondisi bisnis retail yang sedang lesu. Hal ini ditandai dengan menurunnya jumlah pengunjung Pusat Perbelanjaan," tambahnya.

Adapun, kontribusi Pusat Perbelanjaan dari sektor pajak juga terbilang signifikan. Mulai dari Pajak Restoran (PB) I sebesar 10%, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Reklame, Pajak/Retribusi Parkir, Pajak Penerangan Umum, hingga PPh 21 untuk seluruh pegawai/karyawan di Pusat Perbelanjaan yang jumlahnya sangat besar.

"Jika banyak Pusat Perbelanjaan yang akhirnya tutup karena penerapan Perda No. 2/2018, tentu kontribusi pajak akan berkurang," tutupnya.

Senada dengan Ridwan, Hippindo menilai kewajiban para pengusaha Pusat Perbelanjaan untuk menyediakan ruang usaha bagi kalangan UMKM sebesar 20%, seperti yang tercantum dalam Perda No. 2 Tahun 2018 harus tepat sasaran.

Definisi UMKM sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) perlu diperjelas dan produk yang ditawarkan harus sesuai dengan kelas/target konsumen dari Pusat Perbelanjaan. Misalnya tidak mungkin Pusat Perbelanjaan dengan target konsumen kelas atas diisi dengan UMKM yang menawarkan produk seperti yang dijajakan pedagang kaki lima.

Akan tetapi, masih mungkin bila UMKM tersebut menjual produk yang memang sesuai dengan kelas/konsumen di Pusat Perbelanjaan tersebut Hippindo juga turut menolak jika ruang usaha sebesar 20% tersebut diberikan secara gratis.

Sebab, hal tersebut akan menimbulkan persaingan tidak sehat bagi anggota UMKM Hippindo yang sudah menyewa ruang-ruang usaha di pusat-pusat perbelanjaan.

Selain itu, pemberian 20% ruang usaha secara gratis juga akan berdampak pada kenaikan harga sewa. Karena pusat perbelanjaan tidak mungkin untuk menanggung beban operasional dan servis dari 20% ruang usaha yang diberikan secara gratis tersebut, dan akan membebankan ke penyewa lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Akhirul Anwar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper