Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berharap Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengevaluasi ulang perusahaan yang mendapat izin operasional, namun tetap melanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Seperti diketahui, lewat pemberian izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI), Kemenperin memberikan keleluasaan agar suatu industri bisa tetap beroperasi selama masa PSBB, walaupun perusahaan itu tergolong bukan 11 sektor yang dikecualikan dalam peraturan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnaker) Provinsi DKI Jakarta Andri Yansyah menjelaskan bahwa pihaknya menertibkan total 603 perusahaan yang kedapatan melanggar aturan PSBB per Senin (27/4/2020).
Disnaker DKI Jakarta mengklasifikasi perusahaan yang masih melanggar aturan PSBB ke dalam tiga jenis.
Pelanggaran pertama, perusahaan ber-IOMKI Kemenperin sebanyak 100 perusahaan.
"Berdasarkan data sidak terakhir, ada 100 perusahaan yang tidak dikecualikan, namun tetap bisa berkegiatan karena memiliki IOMKI, tapi masih belum mematuhi protokol kesehatan dan pencegahan Covid-19 secara menyeluruh, ujar Andri ketika dikonfirmasi, Selasa (28/4/2020).
Baca Juga
Perusahaan-perusahaan itu tersebar di Jakarta Barat (19), Jakarta Utara (42), Jakarta Timur (33), dan Jakarta Selatan (6).
Andri berharap Kemenperin mengevaluasi kebijakan pemberian IOMKI bisa selaras dengan kebijakan prioritas terkait kesehatan masyarakat, serta PSBB untuk penanganan Covid-19.
Oleh karena itu, dia menyarankan:
Pertama, memperketat penyaringan atau seleksi untuk perusahaan yang membuat izin. Pemberian IOMKI hendaknya melibatkan pemerintah daerah yang menggelar PSBB, tak menggunakan sistem online yang terlalu mudah, dan harus betul-betul dipilah benar perusahaan yang punya aspek strategis.
"Jangan [perusahaan] cuma isi data doang lima belas menit keluar. Survei, dong. Itu yang kita sayangkan. Kita tidak alergi [dengan kebijakan IOMKI], malah mendukung, tetapi di sistem yang dibuat itu sistem untuk situasi normal. Tapi kan situasinya sekarang situasi tidak normal. Sekarang kan kita lagi PSBB. Maksudnya kan untuk mencegah atau memutus mata rantai penyebaran Covid-19," tambahnya.
Kedua, agar Kemenperin melakukan pengawasan dan memberikan pembinaan apabila terjadi pelanggaran aturan PSBB di perusahaan tersebut.
Terlebih, Andri mengaku data pelanggaran 100 perusahaan ini senantiasa secara terbuka dilaporkan oleh Pemprov DKI Jakarta ke Kemenperin.
"Kemenperin jangan hanya keluarkan IOMKI saja, tapi juga punya peran dalam mengawasi protokol Covid-19 terhadap perusahaan yang diberikan IOMKI. Termasuk di dalamnya memberi sanksi apabila pemberian IOMKI-nya itu tidak dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan," ungkap Andri.
Suasana di salah satu pabrik perakitan motor di Jakarta, Rabu (1/8/2018). JIBI/ Bisnis - Abdullah Azzam
Pelanggaran Kedua
Pelanggaran kedua, perusahaan jenis kedua, yaitu perusahaan yang tidak dikecualikan dalam PSBB dan juga tidak mendapat IOMKI namun kedapatan tetap melakukan kegiatan usaha.
Andri mencatat pihaknya menemukan masih ada 89 perusahaan.
"Perusahaan jenis ini langsung kita lakukan penutupan sementara. Sebanyak 89 perusahaan ini tersebar di Jakarta Pusat (13), Jakarta Barat (21), Jakarta Utara (18), Jakarta Timur (7), Jakarta Selatan (30)," jelasnya.
Pelanggaran ketiga, yakni perusahaan yang dikecualikan atau diizinkan tetap beroperasi sesuai aturan PSBB, masih ada sebanyak 414 perusahaan yang belum mematuhi betul protokol kesehatan.
Perusahaan yang dikecualikan namun masih belum melaksanakan secara penuh protokol yang tertuang dalam Pergub 33/2020 tentang Pelaksanaan PSBB di wilayah DKI Jakarta ini tersebar di Jakarta Pusat (121), Jakarta Barat (54), Jakarta Utara (73), Jakarta Timur (67), Jakarta Selatan (95), Kepulauan Seribu (4).
Seperti diketahui, PSBB masih memperbolehkan 11 sektor usaha esensial untuk tetap beroperasi. Di antaranya sektor kesehatan, bahan pangan atau mamin, energi, komunikasi dan TI, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, dan kebutuhan sehari-hari.
Bedanya, apabila perusahaan yang masuk dalam daftar pengecualian kedapatan melanggar, hukuman yang diberikan hanya peringatan dan pembinaan. Sampai beberapa kali batas toleransi, dan bisa mendapat penutupan sementara pula apabila terus membandel.