Bisnis.com, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi mengubah nama kawasan Kota Tua Jakarta menjadi Batavia.
"Namanya Batavia mencerminkan masa lalu tapi konsepnya mencerminkan kota modern masa depan," kata Anies di Plaza BEOS, Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Sabtu (10/9/2022).
Batavia adalah nama lama Jakarta. Nama Batavia muncul usai pelaut Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), Jan Pieterszoon Coen menaklukkan Jayakarta.
Kota ini pernah menjadi pusat administrasi sekaligus perdagangan pada masa kolonialisme Belanda. Nama Batavia bisa dibilang mewakili kegemilangan masa lalu penjajahan Belanda.
Sebaliknya, Batavia juga bisa berarti 'mimpi buruk' bagi bangsa bumiputra. Pasalnya selain sebagai pusat pemerintahan VOC kemudian Belanda, Batavia merupakan tempat jual beli budak yang didatangkan dari berbagai pulau di Nusantara.
Batavia juga mewakili sejarah kelam tentang penjajahan yang berumur ratusan tahun. Dari Batavia pula, orang-orang Belanda mengadu domba bangsa bumiputra supaya saling bertarung dan menjatuhkan satu sama lain.
Baca Juga
Batavia dan Kolonialisasi
Jakarta memiliki sejarah yang panjang tentang kolonisasi Belanda dan kemerdekaan. Berawal dari sebuah kota pelabuhan Sunda Kelapa yang kemudian berubah menjadi Jayakarta setelah ditaklukkan Demak.
Di bawah Demak, yang kemudian diteruskan oleh Kesultanan Banten, Sunda Kelapa atau Jayakarta menjadi suatu pusat perdagangan yang cukup ramai.
Semua bangsa dan suku-suku di Nusantara berbaur di pelabuhan tersebut. Mereka memperdagangkan banyak komoditas. Tentu yang paling ramai adalah perdagangan rempah-rempah.
Popularitas Sunda Kelapa kemudian menarik minat bangsa asing, Eropa. Awalnya mereka datang untuk berdagang. Lambat laun ingin berkuasa.
Seorang pelaut Belanda, Jan Pieterszoon Coen merebut Jayakarta pada tahun 1619. Dia mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia. Batavia kemudian secara de facto berubah menjadi 'ibu kota' bagi para pendatang Belanda.
Jurnalis senior Alwi Shahab penulis buku 'Waktu Belanda Mabuk, Lahirlah Batavia' menulis bahwa usai menaklukkan Jayakarta, Coen ingin menamai reruntuhan Sunda Kelapa dengan nama De Horn.
Tetapi belum sempat dia menamakannya, tiba-tiba dalam sebuah pesta, seorang soldadoe VOC yang tengah mabuk meneriakkan kata 'Batavia.. Batavia.'
"Akhirnya kota yang terletak di muara Kali Ciliwung dan sekitarnya itu dinamai Batavia."
Batavia, kata Alwi, merujuk kepada Bataviren Van Oranye, salah satu suku bangsa Jerman yang tinggal di Pulau Bataviren.
Di Batavia, perkumpulan dagang Hindia Timur atau Vereenigde Osstindische Compagnie (VOC) mengendalikan perdagangan rempah sekaligus memperkuat pengaruh militernya selama beberapa abad.
Posisi VOC di Batavia sempat terancam ketika Sultan Agung dari Mataram berekspansi ke wilayah barat Pulau Jawa. Namun dalam dua kali ekspedisi, Sultan Agung gagal menaklukkan Batavia. Mataram kalah dan ekspansi ke barat berhenti seketika.
Kegagalan Sultan Agung merebut Batavia, menandai babak baru dalam sejarah Nusantara. Posisi VOC semakin kuat. Pada tahun-tahun berikutnya mereka justru berhasil menguasai Banten, sebagian Mataram, Makassar, hingga wilayah penghasil rempah di kepulauan Maluku.
Batavia kelak menjadi ibu kota VOC, yang diteruskan pemerintah kolonial Belanda, Inggris, hingga pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan tahun 1942.
Nama Batavia dihapus dan dikembalikan menjadi Jakarta, ketika bala tentara Jepang menaklukkan Hindia Belanda, yang ternyata rapuh. Selain itu, patung pendiri Batavia, Jan Pieterszoon Coen ikut dirobohkan.
Kembalinya nama Jakarta menandai babak baru dalam sejarah bangsa Indonesia.