Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah pengamat menilai pengelolaan gedung pemerintahan di Jakarta akan lebih baik jika menggandeng swasta, dibandingkan sekadar disewakan sebagai perkantoran usai Ibu Kota dipindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna mengatakan perihal kebijakan penyewaan gedung pemerintah saat ini harus menunggu peraturan dari Kementrian Keuangan karena terkait dengan pengelolaan aset. Menurutnya, harus ada kategori gedung-gedung apa saja yang boleh disewakan, bak dari sisi usia gedung, kondisi instalasi, serta kondisi sarana dan prasarana.
“Kalau disewakan untuk gedung perkantoran mana ada yang mau karena perawatannya ini tinggi. Saya menilai ini lebih baik dikerjasamakan. Sebagai contoh terdapat aset pemerintah lama yang terbengkalai seperti Kota Tua, nah ini menarik bisa di konversi menjadi bisnis dan Kafe,” ujar Yayat kepada Bisnis, Selasa (10/1/2023).
Hal lainnya yang bisa diperhatikan dalam penyewaan gedung pemerintah adalah faktor lokasi. Menurut Yayat, lokasi penempatan gedung pemerintah nantinya akan menjadi sebuah tantangan tersendiri karena akan menentukan arah kerja sama ke depannya.
“Jadi kita jangan melihat dari sisi gedung perkantoran saja, yang menarik kalau gedung pemerintah ini bisa difungsikan sebagai bisnis. Bisa dijadikan sebagai pusat perbelanjaan, pusat ekonomi, pusat jasa, ini yang bisa dikembangkan,” ujar Yayat.
Yayat menambahkan, jika gedung pemerintah di Jakarta akan sewakan dalam bentuk kerja sama, nantinya dana yang diperoleh dari hasil ini akan masuk ke pendapatan negara bukan pajak, karena yang mengelola adalah Kementrian Keuangan.
Baca Juga
Di lain pihak, Pengamat Tata Kota Nirwono Joga mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan pengkajian terhadap rencana BMN, yakni terkait minat swasta untuk memanfaatkan gedung pemerintahan. Selain itu, hal lain yang juga perlu dikaji adalah menindaklanjuti bagaimana sistem kepemilikan dan pemanfaatannya yang sesuai dengan rencana tata ruang Jakarta.
“Di tengah krisis ekonomi seperti ini, swasta juga akan berhemat dalam pengeluaran dan harus memastikan bidang usaha mana yang menguntungkan, di mana kebutuhan ruang ruang kantor atau ritel berkurang,” ujar Nirwono.
Nirwono menambahkan perkembangan properti sejauh ini belum menjanjikan, dan pengembang properti berusaha untuk menahan diri, sehingga kemungkinan besar pembelian gedung pemerintah tidak akan cocok bagi mereka.
Sebelumnya, berdasarkan catatan Bisnis, pemerintah tengah menggodok skema pemanfaatan gedung pemerintah di DKI Jakarta setelah Ibu Kota Negara (IKN) pindah ke Kalimantan Timur.
CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, mengatakan pelaku usaha saat ini menantikan aturan terkait skema pengelolaan gedung pemerintah yang merupakan aset barang milik negara (BMN).
"Semua [pengembang] pada nunggu mau seperti apa skemanya, kalau ada penawaran menarik dari jangka waktu, harga sewa atau dari bentuknya KSO [kerjasama operasional], selama itu menguntungkan banyak yang tertarik," kata Ali.
Adapun, aset yang paling diincar pengembang adalah gedung Kementerian di area Central Business District (CBD) Jakarta. Sebabnya adalah demand atau permintaan ruang kantor berupa high rise building di lokasi tersebut sangat banyak.
Apalagi, lokasi kantor kementerian saat ini berada di lokasi strategis yang menjadi incaran banyak pengusaha. Namun, skema pemanfaatan aset tersebut masih menjadi pertimbangan utama bagi pelaku usaha.
"Menurut saya potensinya ada, yang penting harus ada skema kerja sama yang win-win dengan pihak swasta. Misalkan sewanya itu jangan 5-10 tahun, kasih aja buat pengelolaan aset itu misalkan 70 tahun," ujar Ali.