Bisnis.com, JAKARTA — Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono berencana untuk mengkaji usulan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yakni polusi udara Jakarta distatuskan sebagai bencana alam.
Dia mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI akan mengonsultasikan usulan itu ke pemerintah pusat.
“Ya itu perlu konsultasi dulu,” ujar Heru di di Kawasan Pelabuhan Muara Angke, Kamis (14/9/2023).
Heru juga enggan berkomentar banyak mengenai usulan tersebut, sebab permasalahan polusi ini tengah ditangani oleh dinas-dinas terkait dan pemerintah pusat, salah satunya ditangani dengan menggunakan alat water mist generator di gedung-gedung tinggi.
“UMKM dulu ya, polusi udara sudah dari 2 minggu lalu,” jelasnya.
Sebelumnya, Anggota DPRD DKI Fraksi PSI August Hamonangan meminta Pemprov DKI untuk serius menanggulangi kasus pencemaran udara yang terus melanda Jakarta. Kualitas udara di Kota Jakarta kerap menjadi yang terburuk dibandingkan kota-kota lain di dunia, hal ini terjadi bukan hanya di 2023 saja.
Baca Juga
“Kami meminta perlu adanya tindakan nyata dari Pemprov DKI Jakarta untuk menjadikan program penanggulangan pencemaran udara sebagai isu prioritas. Jika memungkinkan polusi udara dapat ditetapkan sebagai bencana,” jelasnya.
Menurut dia, kasus polusi udara di DKI Jakarta dapat dikategorikan sebagai ancaman kesehatan yang serius, sebagai kota yang memiliki kualitas udara terburuk di dunia, krisis kualitas udara ini harus dinyatakan sebagai bencana darurat pencemaran udara.
Kondisi kedaruratan perlu ditetapkan sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, dimana peristiwa dapat dicanangkan kedaruratan dikarenakan adanya rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam atau faktor non-alam, maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Dengan demikian, anggaran untuk penanggulangan pencemaran udara dapat dikeluarkan yang bersumber dari anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT). Sebagai catatan, anggaran BTT belum terealisasi penyerapannya.
“Sehingga dengan alokasi anggaran Rp600 miliar sebagaimana yang dianggarkan dalam Perubahan KUA-PPAS 2023, akan sangat bermanfaat jika dialokasikan untuk penanggulangan pencemaran udara termasuk untuk pengecekan kesehatan masyarakat yang terdampak polusi,” jelasnya.