Bisnis.com, JAKARTA – Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP) DKI Jakarta merespons temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan belanja di lingkup Pemerintah Provinsi DKI.
Kepala Dinas KPKP DKI, Suharini Eliawati, menyatakan bahwa catatan tersebut akan menjadi acuan perbaikan kinerja yang akan datang.
"Tentu yang namanya program, pasti kita akan memperbaiki. Saran dan masukan BPK itu menjadi catatan agar ke depan kita lebih baik lagi,” kata Elly–sapaan akrabnya–saat menjawab pertanyaan Bisnis di Rumah Pemotongan Hewan Dharma Jaya, Jakarta Timur, Jumat (14/6/2024).
Ketika ditanya apakah dirinya optimistis bahwa Pemprov DKI dapat meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK dengan adanya temuan tersebut, Elly menjelaskan bahwa pihaknya selalu menjunjung tinggi prinsip good governance.
Sementara itu, terkait rekomendasi BPK dari temuan yang ada, dia menyatakan akan membentuk laporan entitas keuangan dengan melibatkan pihak-pihak yang berada dalam naungan Dinas KPKP.
“Kita nanti akan membentuk laporan keuangan entitas. Itu adalah gabungan dari kawan-kawan Sudin [suku dinas] dan UPT [unit pelaksana teknis],” tandas Elly.
Baca Juga
Sebelumnya, BPK mengungkapkan sejumlah catatan pengelolaan belanja dalam lingkup Pemprov DKI Jakarta.
Dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2023, BPK menemukan adanya 345 permasalahan belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan yang terjadi pada 126 pemerintah daerah (pemda) dengan nilai total Rp100,32 miliar. Salah satunya mencatut Dinas KPKP DKI Jakarta sebesar Rp4,87 miliar.
“Belanja tidak sesuai ketentuan pada Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp4,87 miliar atas pembayaran subsidi pangan murah yang belum mendasarkan pada biaya yang sebenarnya, yaitu terdapat biaya operasional di titik distribusi dan biaya distribusi yang tidak layak diperhitungkan dalam komponen pembentuk harga,” demikian tertulis dalam salinan dokumen tersebut, dikutip Rabu (5/6/2024).
Selain itu, sebanyak 101 masalah pemborosan/kemahalan harga juga ditemukan pada 56 pemda dengan nilai total Rp86,44 miliar. Salah satunya kembali mencantumkan Dinas KPKP DKI Jakarta terkait pembayaran subsidi pangan murah sebesar Rp25,79 miliar.
"Pembayaran subsidi pangan murah sebesar Rp25,79 miliar pada Dinas KPKP Pemprov DKI Jakarta untuk komponen pembentuk harga daging sapi belum menggambarkan biaya sebenarnya serta harga bahan baku, kemasan, dan biaya produksi dalam komponen pembentuk harga susu UHT lebih besar dari harga rata-rata pembelian dari vendor,” lanjut laporan yang sama.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan beberapa hal kepada kepala daerah terkait secara keseluruhan. Mengenai masalah belanja tidak sesuai ketentuan, kepala daerah direkomendasikan untuk menagih kelebihan pembayaran dan menyetorkan ke kas daerah sebesar nominal tertulis.
Sementara itu, mengenai masalah pemborosan harga, BPK memberikan rekomendasi agar ketentuan pembayaran subsidi pangan murah kembali dikaji dengan mempertimbangkan biaya yang sebenarnya dari komponen pembentuk harga dan margin keuntungan yang proporsional.
“Kedua, menyusun konsep revisi peraturan kepala daerah tentang standard harga satuan dengan mengacu pada Perpres [Peraturan Presiden] tentang Standar Harga Satuan Regional,” tulis BPK.