JAKARTA: Sebagian besar saluran air mikro dan makro di Jakarta cepat dangkal dan tidak berfungsi optimal akibat keterbatasan anggaran untuk kegiatan pemeliharaanya sehingga dapat menyumbang terjadinya banjir di Ibu Kota.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan kerbatasan anggaran itu juga menjadi perhatian dari tim ahli Departemen Pekerjaan Umum Belanda yang kemudian memberikan rekomendasi agar anggaran tersebut dioptimalkan lagi.
"Mereka, tim ahli dari Belanda, melihat anggaran pemeliharaan terlalu kecil untuk kanal-kanal yang ada di Jakarta," ujarnya hari ini.
Dia mengatakan minimnya anggaran pemeliharaan mengakibatkan banyak saluran air perkotaan mikro dan makro menjadi tidak optimal fungsinya karena banyak endapan sampah hingga menekan kapastias saluran tersebut.
Menurutnya, sesuai usulan tim ahli dari Belanda tersebut Pemprov DKI akan menyusun lebih proporsional antara anggaran pembangunan dan pemeliharaan saluran air mikro dan makro pada 2012.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Ery Basworo mengatakan pihaknya selama ini tidak terlalu fokus terhadap pemeliharaan aliran air perkotaan mikro dan makro di Ibu Kota.
"Anggaran tahun ini lebih banyak difokuskan pada pembangunan, dibandingkan dengan kegiatan pemeliharaan. Bahkan, anggaran perawatan pengerukan sungai, nyaris tidak ada," katanya.
Menurutnya, anggaran dinas lebih besar untuk infrastruktur jalan dibandingkan dengan sumber daya air, dan sebagian dari sekitar Rp500 miliar untuk pemeliharaan saluran mikro seperti saluran air dan pembuatan saluran baru.
Dia mengatakan Pemprov DKI juga berencana meningkatkan koordinasinya dengan pihak pemerintah pusat untuk pemeliharaan ke-13 sungai yang melintas di wilayah Ibu Kota.
Sebab, lanjutnya, tanggungjawab pemeliharaan sungai itu sebagian berada di bawah kewenangan pemerintah pusat sehingga perlu ada kebijakan yang sama untuk mencegah terjadinya banjir.
Menurutnya, perbedaan program dalam menangani masalah sungai antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi antara lain terlihat pada penanganan sungai Pesanggarahan di wilayah IKPN Bintaro Jakarta Selatan.
Dalam kasus sungai yang sering menggenangi wilayah sekitarnya, lanjutnya, pemerintah pusat telah menyiapkan anggaran untuk penurapan sisi Sungai Pesanggarahan, tetapi Pemprov DKI belum siap anggaran untuk pembebasan lahannya.
Selain itu, lanjutnya, pemprov juga sering menghadapi kendala saat akan membayar ganti rugi karena terbentur pada sengketa lahan tersebut, sehingga ditempuh upaya konsinyasi oleh biro hukum pemprov. (sut)