Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

WARUNG TEGAL: Pemprov DKI Tidak Pungut Pajak 10%

 

 

JAKARTA:  Warung Tegal dan usaha tempat penyedia makanan atau minuman lainnya dengan omzet di bawah Rp200 juta per tahun, atau Rp16,6 juta per bulan atau Rp550.000 per hari dijamin  tidak menjadi objek pajak restoran 10%.Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi mengatakan pengenaan pajak restoran 10% ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No.11/2011 sebagai pengganti Perda No.8/2003 tentang Pajak Restoran yang diberlakukan mulai Januari 2012.Perda itu menyasar usaha penyedia makanan atau minuman yang memungut bayaran, yaitu rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar dan sejenisnya termasuk jasa boga dan catering yang omzetnya minimum Rp200 juta per tahun atau Rp16,6 juta per bulan atau Rp550.000 per hari. “Perda yang berlaku mulai Januari 2012 itu tidak secara spesifik mengatur tentang pajak Warung Tegal atau Warteg, melainkan hanya mengatur pajak restoran 10% dari minimal omzet penjualannya,” ujar Iwan Kamis 2 Februari 2012.Menurut dia, Perda No.11/2011 pada pasal 13 menegaskan warung makan, termasuk jenis Warteg atau restoran yang tidak termasuk objek pajak restoran adalah yang nilai penjualannya tidak melebihi dari Rp200 juta per tahun, atau Rp16,6 juta per bulan atau Rp550.000 per hari.Iwan menjelaskan batas minimum nilai penjualan objek pajak itu merupakan hasil pembahasan Dinas Pelayanan Pajak DKI bersama dengan instansi terkait serta Badan Legislasi Daerah (Balegda) dan Komisi C DPRD DKI serta Koperasi Warteg selama pembahasan pada 2011.Adapun batas minimum tidak kena pajak itu, imbuhnya, berarti meningkat tiga kali lipat dari rancangan Perda tentang Pajak Restoran yang menetapkan batas tidak kena pajak adalah yang omsetnya kurang dari Rp60 juta per tahun, atau Rp5 juta per bulan atau Rp167.000 per hari.“Selain itu batas minimum usaha tidak kena pajak itu nilainya lebih tinggi 7 kali lipat dari Perda No.8/2003 yang menetapkan omset kurang dari Rp30 juta per tahun, atau Rp2,5 juta per bulan atau Rp83.000 per hari,” tegasnya.Menurut dia, informasi dari Kowarteg bahwa omzet usah tersebut bisa mencapai Rp450.000 per hari, dengan asumsi jika ada 30 orang yang makan dengan sekali makan Rp15.000 per orang, dan jika dikalikan 12 bulan maka omzetnya Rp162 juta per tahun atau Rp13,5 juta per bulan.Iwan mengungkapkan Perda No.11/2011 tentang Pajak Restoran sempat ditunda pemberlakuannya dengan berbagai pertimbangan. Namun, kemudian diberlakukan untuk menjadi dasar hukum bagi pungutan pajak restoran pada periode 2012 dan seterusnya.Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menegaskan tidak ada pajak Warteg yang akan dibebankan kepada warga Ibu Kota karena ketentuan berlaku secara umum untuk usaha penyedia makanan atau minuman dengan omzet minimum Rp200 juta per tahun ke atas.“Tidak ada yang namanya pajak Warteg. Sebab, pajak yang dimaksud adalah revisi Perda tentang pajak restoran dan rumah makan, sehingga bukan hanya Warteg, tetapi semua rumah makan yang omzet minimalnya mencapai Rp200 juta per tahun,” ujarnya.Dia juga menjelaskan ketika pertama kali revisi Perda tersebut digulirkan, dirinya menolak penerapan pajak untuk rumah makan dengan omzet Rp60 juta per tahun. Selanjutnya usul batas minimum itu ditingkatkan menjadi Rp200 juta per tahun. (bas) 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper