Bisnis.com, BEKASI—Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperidankop) Kota Bekasi akan mengawasi ketat lokasi rumah pemotongan hewan (RPH) guna mengantisipasi peredaran daging celeng.
Kepala Disperindagkop Kota Bekasi Amit Riyadi memaparkan pengawasan terhadap lokasi pemotongan hewan telah dilakukan pekan lalu. Menurutnya, tim yang bertindak melakukan pengawasan bakal bekerjasama dengan Dinas Perekonomian Rakyat (Dispera) Kota Bekasi dan sejumlah petugas terkait.
“Sekarang merebak isu daging babi hutan atau celeng yang beredar di pasaran. Makanya kami awasi lokasi pemotongan di luar RPH,” papar Amit kepada Bisnis, Senin (23/6).
Dia menyakini hewan yang disembelih di RPH Kota Bekasi sudah terdeteksi dengan baik berdasarkan laporan petugas. Selain itu, jumlah dan jenis binatang yang hendak dipotong akan mudah dikenali oleh sejumlah petugas yang bertugas di lapangan. Namun tidak menutup kemungkinan, kata dia, pemotongan hewan
Menurut Amit, pengawasan secara intensif dilakukan di sejumlah pasar modern dan pasar tradisional terhadap peredaran daging celeng yang mengincar konsumen di Jabodetabek. Dia tidak ingin masyarakat salah pilih daging dan dirugikan atas merebaknya peredaran daging celeng.
Dalam penyebaran daging celeng, Kementerian Pertanian dan Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan Merak (KSKP Merak) telah menggagalkan upaya penyelundupan daging celeng dengan berat 1.463 kg. Tren peredaran daging celeng memang meningkat pesat. Pada 2014 sampai Juni ini saja telah ditemukan adanya peredaran daging celeng sebanyak 18,1 ton. Adapun pada 2013 lalu daging celeng yang disita petugas 12 ton.
Amit menambahkan daging celeng biasanya dijual dengan harga yang lebih murah dari harga daging sapi pada umumnya. Jika harga daging sapi saat ini mencapai Rp95.000/kg, kata dia, daging celeng bisa dijual sekitar Rp65.000/kg.
“Kami imbau kepada masyarakat jangan terkecoh dengan harga murah. Jangan-jangan itu daging campuran dengan daging celeng,” tuturnya.
Pihaknya mengakui konsumsi daging menjelang Ramadan dan Lebaran terus meningkat. Dengan permintaan bertambah, menurut Amit, terkadang dimanfaatkan oknum nakal yang mencampur daging celeng dengan daging sapi dan daging kambing.
“Ya, mekanisme pasar setiap tahun seperti itu. Kadang orang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan banyak,” papar Amit.
Menurutnya, selama pengawasan petugas di lapangan belum ada temuan daging celeng. Dia mengatakan sejumlah daging yang beredar di Kota Bekasi sebagian didatangkan dari luar Bekasi. Jika ada temuan daging celeng, pihaknya tidak segan menyita daging tersebut agar tidak beredar di pasaran. Bahkan, Amit siap menelusuri lebih detail asal usul daging tersebut.
Kepala Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Peternakan Kesehatan Hewan (Nakeswan) Dispera Kota Bekasi Wawan Hermawan mengatakan pengawasan terhadap peredaran dilakukan 3 bulan sekali. Namun demikian, menurut Wawan, pihak Dispera bersama tim gabungan bakal melakukan inspeksi mendadak (sidak) apabila ada laporan dari masyarakat terkait peredaran daging celeng.
“Isu daging celeng menjadi isu nasional. Dan kami tidak ingin kecolongan peredaran [daging celeng] sampai di Bekasi,” paparnya.
Selain antisipasi peredaran daging celeng, kata Wawan, tim gabungan turut mengecek peredaran daging berformalin dan gelonggongan di sejumlah pasar tradisional dan pasar modern. Selama dalam pengawasan, kata dia, belum ada temuan daging berformalin.
“Ada temuan daging yang sudah kadaluarsa, jumlahnya juga sedikit. Terus kami minta petugas untuk menurunkan barang tersebut,” papar dia.