Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPRD DKI Setujui Pajak Hiburan Naik

Delapan fraksi DPRD menyetujui rencana Pemprov DKI Jakarta untuk menaikkan pajak hiburan di Ibu Kota.

Bisnis.com, JAKARTA - Delapan fraksi DPRD menyetujui rencana Pemprov DKI Jakarta untuk menaikkan pajak hiburan di Ibu Kota.

Rencana kenaikan tarif pajak hiburan akan dimasukkan ke dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 terkait Pajak Hiburan.

Perwakilan dari Partai Persatuan Pembangunan Ichwan Zayadi mengusulkan agar jenis hiburan seperti diskotik, klub malam, pub, bar, dan musik dengan disc jockey dikenakan pajak sebesar 40%.

Penerimaan dari pajak hiburan tersebut harus dihimpun dalam rekening sendiri dan alokasinya pun digunakan untuk pembangunan, pengawasan, pembinaan dan peningkatan objek-objek hiburan, bukan untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM).

"Jangan sampai penerimaan daerah yang bersumber dari hal-hal yang subhat atau abu-abu, digunakan untuk pembangunan peningkatan SDM dan nilai-nilai keagamaan," ujarnya dalam penyampaian pandangan umum di DPRD DKI, Selasa (24/6/2014).

Bahkan, Ichwan meminta agar objek dari jenis pajak hiburan tersebut ditutup karena mayoritas warga Jakarta masih memegang teguh ajaran dan nilai agama.

Merry Hotma, perwakilan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menyetujui rencana kenaikan tarif pajak hiburan tetapi harus diimbangi dengan pengawasan dari Pemprov DKI terhadap penyelenggaraan usaha diskotik, karaoke, klub malam baik di dalam maupun di luar hotel.

"Kerja samanya juga dengan instansi pemberantasan narkoba agar tidak ada perdagangan narkoba di tempat hiburan," ucapnya.

Merry meminta penyelenggaraan hiburan insidental seperti hiburan malam tahun baru dikenakan pajak hiburan tidak 15% tetapi 20%.

Untuk pameran bazar, lanjutnya, agar tidak dikenakan pajak supaya tidak memberatkan masyarakat karena dibebankan pada Harga Pokok Penjualan (HPP).

"Juga harus diperjelas apakah pajaknya ini dibebankan pada pemilik hiburan atau kepada konsumennya," kata Merry.

Sementara itu, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi menargetkan penerimaan pajak hiburan mengalami kenaikan Rp60 miliar menjadi Rp500 miliar dari Rp440 miliar.

"Raperda ini akan selesai pada Juli. Nanti pihak pengelola tempat hiburan akan dimintai tarif baru pada bulan September," tuturnya.

Iwan menerangkan kenaikan tarif ini bukan merupakan hal baru tetapi telah diterapkan pada 2010. Namun, pengenaan pajak tersebut diturunkan agar menarik dan memajukan wisata di Jakarta.

"Kalau dalam undang-undangnya malah bisa dikenakan pajak hingga 75% tetapi kan tidak mungkin karena terlalu tinggi sehingga kami hanya patok paling tinggi 35%," ujarnya.

Kenaikan tarif pajak ini tidak hanya untuk menaikkan pendapatan dari sektor pajak hiburan saja tetapi sebagai pengendali perilaku sosial.

Seperti diketahui, nilai tarif pajak baru menyebutkan tarif pajak untuk pertunjukan film pada bioskop yang semula 10% menjadi 15%, dengan pertimbangan tax capacity masih cukup tinggi seiring meningkatnya demand [penonton] dan supply [industri film impor dan nasional].

Tarif pajak untuk jenis hiburan diskotik, karaoke, klub malam, pub, bar, musik hidup (live music), musik dengan disc jockey (DJ) dan sejenisnya yang semula 20% menjadi 35%.

Kenaikan tersebut karena jenis hiburan tersebut memiliki potensi yang tidak kecil dan lebih dari 10 tahun tidak mengalami perubahan sehingga perlu penyesuaian tarif.

Kenaikan juga dikenakan pada tarif pajak untuk jenis hiburan panti pijat, mandi uap dan spa yang semula 20% menjadi 35%.

Untuk penyelenggaraan hiburan insidental ditetapkan pajak sebesar 15%. Kenaikan jenis tarif pajak hiburan insidental tersebut untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pelaksanaan pemungutan pajak hiburan.

Sebab, hingga saat ini belum ada aturan yang tegas tentang pengenaan tarif pajak hiburan untuk insidental.

Dalam implementasinya pemungutan pajak hiburan insidental hanya didasarkan pada jenis hiburan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2010.

Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-IX/2011 tanggal 18 Juli 2012, jenis hiburan permainan Golf sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28/2009 sebagai objek pajak daerah, nantinya dalam rancangan peraturan daerah tidak lagi menjadi objek pajak hiburan bagi daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Editor :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper