Bisnis.com, JAKARTA - Proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta menjadi sorotan masyarakat.
Setelah menyeret Ketua Komisi D DPRD DKI Mochammad Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk. Ariesman Widjaja terkait kasus dugaan suap, bola panas reklamasi terus berputar lantaran perbedaan pendapat terkait kewenangan perizinan antara Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Susie Pudjiastuti dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Ketua Dewan Pembina Komite Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Chalid Muhammad mengatakan pemerintah pusat harus mengambil keputusan tegas guna membereskan kericuhan yang dilakukan anak buahnya.
"Presiden Joko Widodo harus mengambil alih kasus reklamasi Teluk Jakarta kalau tidak Ahok dan Susi pasti akan terus adu kuat," ujarnya dalam diskusi bertema "Reklamasi Penuh Duri" di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/4/2016).
Dia menuturkan perbedaan pendapat tersebut terjadi lantaran dasar hukum yang dijadikan acuan tidak sama.
Pemprov DKI berpegang pada Keppres No 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara. Pasal 4 beleid tersebut menyebutkan kewenangan pemberian izin ada pada Gubernur atau pemerintah daerah.
Sementara itu, Menteri Susi mengatakan pelaksanaan reklamasi harus meminta persetujuan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian KKP seperti disebutkan dalam Perpres 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
"Polemiknya sekarang bukan cuma perizinan, tetapi ada kasus hukum. Presiden Jokowi harus segera turun tangan," jelasnya.
Permasalahan reklamasi di Teluk Jakarta menjadi sorotan setelah KPK menyeret Ketua Komisi D DPRD DKI Mochammad Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk. Ariesman Widjaja terkait kasus dugaan suap dua Rancangan Peraturan Daerah.
KPK juga telah mengeluarkan pencegahan ke luar negeri bagi Bos PT Agung Sedayu Sugianto Kusuma alias Aguan dan Staf khusus Ahok bernama Sunny Tanuwidjaja untuk dimintai keterangan soal kasus ini.