Bisnis.com, JAKARTA - Pembangunan simpang susun semanggi dinilai hanya akan memberikan dampak dalam jangka pendek, selebihnya hanya akan memicu dan melahirkan kemacetan baru.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan pembangunan simpang susun Semanggi di Jakarta bukan merupakan langkah tepat.
Menurut Tulus, manfaat infrastruktur Simpang Susun Semanggi untuk mengurai kemacetan di kawasan ini hanya akan berlangsung sebentar.
"Kemampuan simpang susun tersebut mengurai kemacetan tidak lebih dari enam bulan sampai satu tahun saja. Selebihnya, simpang susun justru akan berfungsi sebaliknya, yaitu memicu dan melahirkan kemacetan baru," kata Tulus lewat keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Minggu (10/4/2016).
Pembangunan simpang susun Semanggi, kata dia, merupakan hal yang kontraproduktif bagi lalu lintas di Jakarta.
Apalagi dari sisi tata ruang, simpang susun Semanggi akan memperburuk tata ruang di sekitar Semanggi.
Seharusnya Pemprov DKI hanya membangun terowongan untuk lokasi yang beririsan dengan rel kereta api.
"Yang mendesak untuk mengatasi kemacetan di Jakarta adalah memberikan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi, misalnya mempercepat implementasi jalan berbayar (Electronic Road Pricing/ERP). Sedangkan membangun simpang susun justru memberikan 'insentif' bagi pengguna kendaraan pribadi, agar semakin nyaman menggunakan kendaraannya," kata dia.
Implikasinya, lanjut dia, apalagi kalau bukan kemacetan. Jadi alasan membangun simpang susun Semanggi untuk mengatasi kemacetan, adalah alasan dan paradigma yang sesat pikir.
Pemberian disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi, kata dia, akan optimal dan adil jika dibarengi dengan pembenahan fasilitas transportasi umum yang manusiawi, terintegrasi dan tarifnya terjangkau.
Persoalan dalam mengurai kemacetan, kata dia, terjadi karena pembangunan infrastruktur jalan raya selalu berbenturan dengan tidak imbangnya rasio luas jalan dengan rasio pertumbuhan penggunaan kendaraan bermotor pribadi.
"Infrastruktur fly over, under pass dan bahkan pembangunan jalan baru tidak lebih merupakan 'karpet merah' bagi warga Jakarta untuk memiliki dan menggunakan kendaraan bermotor pribadi untuk mobilitasnya. Warga Jakarta menjadi malas menggunakan angkutan umum. Apalagi angkutan umum di Jakarta sampai detik ini masih amburadul, sekalipun Transjakarta," kata dia.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk membangun simpang susun Semanggi. Tujuannya untuk mengurai kemacetan, baik dari arah Gatot Soebroto/Komdak dan atau arah Soedirman yang berpapasan dengan arah Slipi.
Proyek pembangunan flyover Bundaran Semanggi ini memiliki panjang 796 meter di ramp 1 dan 826 meter untuk ramp 2 sementara lebar jalan 8 meter dengan 2 lajur. Proyek ini nilainya mencapai Rp345,067 miliar.
Pembangunan sendiri rencananya akan berlangsung selama 540 hari kalender kerja dan diharapkan dapat mulai beroperasi pada 17 Agustus 2017.