Bisnis.com, JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Prabowo Soenirman mengatakan tindakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta kewajiban tambahan kepada pengembang reklamasi tanpa dasar hukum merupakan kesalahan.
"Kewajiban tambahan tersebut sudah diminta eksekutif padahal Raperda Zonasi dan Raperda Kawasan Strategis Pantura belum resmi diteken. Dasar hukumnya apa?" ujarnya kepada Bisnis, Minggu (15/5/2016).
Dia menuturkan pasal soal pemenuhan kewajiban, kontribusi, dan kontribusi tambahan pulau reklamasi ditulis dalam Pasal 116 Raperda Kawasan Strategis Pantura.
Pasal tersebut berisi poin-poin pemenuhan kewajiban dan kontribusi yang harus dibayar pengembang, misalnya menyerahkan 5% dari total hak pengelolaan lahan, membangun sarana dan prasarana, serta menyerahkan tambahan kontribusi dihitung sebesar 15% dari nilai jual objek pajak (NJOP) total lahan yang dapat dijual (saleable area).
"Kalau pejabat negara meminta uang dari pengusaha baik itu untuk dirinya maupun untuk hal lain tanpa ada dasar hukum, itu sama saja pungli," ungkapnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Dirut Agung Podomoro Land, Ariesman Wijaya dan menyita sejumlah dokumen. Dikabarkan salah satunya adalah adanya dokumen soal perjanjian gelontoran uang Rp6 miliar kepada DKI Jakarta.
Dana tersebut untuk membiayai operasional penertiban lokalisasi Kalijodo, termasuk biaya pengerahan personel mulai dari Satpol PP, polisi dan TNI.
Tak lama setelah itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membeberkan dokumen pertemuannya dengan Ariesman dan beberapa pengembang terkait permintaan kontribusi tambahan.
Rapat tersebut dilakukan pada 18 Maret 2014 sebelum Ahok mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi untuk PT Muara Wisesa Samudra, PT Jaladri Kartika Pakci, PT Jakarta Propertindo, dan PT Taman Harapan Indah.