Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli mengatakan reklamasi sebenarnya hal yang biasa dilakukan oleh negara-negara di dunia.
"Reklamasi hal biasa, tetapi tata caranya harus benar. Gak boleh jalankan dengan cara tabrak-tabrak aturan," ungkapnya, Kamis (30/6/2016).
Dia menuturkan selama beberapa bulan tim gabungan yang terdiri dari Kemenko Maritim, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Pemprov DKI sudah melakukan kajian dan investigasi di lapangan.
Hasilnya, tim tersebut menemukan bukti bahwa pengembang-pengembang melakukan pelanggaran yang masuk kategori berat, sedang, dan ringan.
Pelanggaran sedang terjadi lantaran pembangunan reklamasi pulau tersebut tidak sesuai proposal dan parahnya membahayakan lingkungan sekitar. Tim Gabungan malah memutuskan reklamasi pulau G dibatalkan karena tergolong melakukan pelanggaran berat.
Dia mencontohkan pelanggaran sedang dilakukan oleh pengembang pulau C dan D, yaitu PT Kapuk Naga Indah (anak usaha PT Agung Sedayu) serta pulau N yang dimiliki oleh PT Pelindo II.
"Pelanggaran pulau C dan D menggabungkan dua daratan. Mereka harus bongkar dan bikin kanal untuk memisahkan pulau. Ini dilakukan karena pengembang rakus dan mau ambil untung sebanyak-banyaknya," katanya.
Sementara itu, pelanggaran ringan terkait administrasi dan perizinan. Nantinya, pengembang harus merampungkan agar sejalan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Saya sih orangnya gampang-gampang aja deh. Pengembang mau ikut negara atau enggak? Kalau enggak, gue sikat!" ucapnya.
Sebagai informasi, proyek reklamasi Teluk Jakarta dilaksanakan oleh beberapa pengembang dengan dasar Keppres No 53/1995 tentang Reklamasi Teluk Jakarta.
Kisruh reklamasi di Utara Jakarta menjadi sorotan masyarakat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kasus suap antara mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Mochammad Sanusi dengan PT Agung Podomoro Land Tbk. terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Zonasi dan Wilayah Pesisir Pulau-Pulau Kecil.
KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu M. Sanusi, Mantan Presiden Direktur PT APLN Ariesman Widjaja, dan salah satu staf pengembang properti tersebut.