Bisnis.com, JAKARTA--Melemahnya kinerja ekspor produk DKI Jakarta turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Ibu Kota pada triwulan II/2017 yang mencapai 5,96%.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta Donny P. Joewono mengatakan pelemahan kinerja di Ibu Kota tidak terlepas dari perkembangan pasar luar negeri untuk produk ekspor utama Jakarta, seperti kendaraan bermotor dan perhiasan yang belum sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi global secara umum.
"Ekspor Jakarta triwulan II/2017 mengalami pertumbuhan negatif 13,69% (yoy). Realisasi ini jauh lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencatat kontraksi sebesar 5,84%," ujarnya, Selasa (8/8/2017).
Selain belum membaiknya kondisi global, tekanan juga datang dari dalam negeri. Melemahnya kinerja ekspor diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Peraturan Dirjen Perhubungan Darat No. SK2717/Aj.201/DRJD tentang Pengaturan Lalu-lintas dan Pengaturan Kendaraan Angkutan Barang pada Masa Angkutan Lebaran tahun 2017 turut berkontribusi dalam rendahnya aktivitas ekspor dan impor Jakarta.
Berdasarkan peraturan tersebut. angkutan barang ekspor dan impor pada masa angkutan lebaran tahun 2017, yaitu dari 21 Juni-29 Juni 2017 tidak boleh beroperasi melalui jalan nasional dan jalan tol.
"Kebijakan terebut menyebabkan menurunnya aktivitas arus barang dari dan menuju pelabuhan, termasuk yang terkait dengan kegiatan ekspor dan impor," ucapnya.
Baca Juga
Donny melanjutkan pelemahan ekonomi juga diakibatkan minimnya kinerja belanja pemerintah, terutama pada belanja kementerian dan lembaga yang berkantor di DKI Jakarta.
Turunnya kinerja belanja pemerintah tersebut terutama disebabkan bergesernya pembayaran gaji dan tunjangan ke-13 pegawai negeri sipil (PNS) dari triwulan II ke triwulan III 2017.
Padahal pada tahun lalu, gaji dan tunjangan ke-13 serta gaji ke-14 (tunjangan hari raya) dibayarkan pada bulan Juni. Sedangkan pada tahun 2017, gaji dan tunjangan tersebut baru dibayarkan pada Juli 2017 (triwulan III).
"Dampak dari ditundanya pembayaran gaji dan tunjangan ke-13 bagi PNS yaitu kontraksi terhadap konsumsi pemerintah pada triwulan II 2017 sebesar 5,15% (yoy)," imbuhnya.