Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemudahan Berbisnis : DKI Jakarta Masih Harus Berbenah

Sebagai Ibukota negara, DKI Jakarta dinilai masih harus berbenah guna menarik lebih banyak investor dan mencapai target investasi 2018 sebesar Rp100 triliun.
Warga menukarkan uang pecahan pada layanan mobil kas keliling Bank Indonesia di Lapangan IRTI, Monas, Jakarta, Senin (5/6)./Antara-Sigid Kurniawan
Warga menukarkan uang pecahan pada layanan mobil kas keliling Bank Indonesia di Lapangan IRTI, Monas, Jakarta, Senin (5/6)./Antara-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA – Sebagai Ibukota negara, DKI Jakarta dinilai masih harus berbenah guna menarik lebih banyak investor dan mencapai target investasi 2018 sebesar Rp100 triliun.

Indeks Ease of Doing Business (EoDB) yang dirilis oleh Asia Competitiveness Institute (ACI) tahun 2017 menunjukkan DKI Jakarta saat ini menempati peringkat empat EoDB di Indonesia atau turun dua peringkat sejak 2015.

Posisi Jakarta dikalahkan oleh Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah yang masing-masing menduduki posisi pertama, kedua dan ketiga.

Indeks ini dihitung berdasarkan statistik ekonomi dan menggabungkan pandangan dari 925 pelaku bisnis di 33 provinsi.

Mulya Amri, Research Fellow sekaligus Deputy Director ACI, mengatakan penurunan ini disebabkan oleh performa Jakarta yang stagnan.

"Skor Jakarta pada indikator Responsiveness to Business and Competitive Policies yang terbilang rata-rata menunjukkan bahwa Jakarta masih kurang kompetitif dibandingkan dengan provinsi lain yang banyak mengalami kemajuan," ujarnya di Jakarta, Selasa (21/11/2017).

Penelitian yang dilakukan ACI pada April - September 2017 dengan menggunakan data statistik tahun 2015, DKI Jakarta diketahui mengalami sejumlah penurunan sehingga mempengaruhi peringkat EoDB tahun ini.

Dari segi Attractiveness to Investors atau daya tarik terhadap investor, DKI Jakarta menempati posisi ketiga setelah sebelumnya pada tahun 2015 menempati posisi pertama.

Peniliaian tersebut dipengaruhi dengan dua faktor yakni ketahanan infrastruktur dan potensi pasar serta profitabilitas dan efektivitas biaya.

Faktor ketahanan infrastruktur dan potensi pasar menunjukkan nilai yang cukup positif sedangkan profitabilitas dan efektivitas biaya jauh lebih rendah.

Dari segi Business Friendliness atau kemudahan berbisnis, DKI Jakarta sedikit tertinggal dengan menempati posisi ketujuh atau turun lima level sejak 2015.

“JIka dibandingkan dengan Sulawesi, dalam hal performance pemerintah soal perizinan itu [Sulawesi] tergolong yang paling baik di Indonesia,” tuturnya.

Kategori terakhir yakni Competitive Policies atau jenis-jenis pelayanan perizinan yang diberikan oleh setiap pemerintah daerah, DKI Jakarta mengalami peningkatan yang cukup pesat dari posisi ke 30 di 2015 menjadi posisi ke 19 di 2017.

Tan Kong Yam, Co-Director ACI, mengatakan bahwa indeks ini lebih komprehensif dibandingkan indeks serupa yang dikeluarkan oleh World Bank.

"Para investor saat ini tengah mengamati bagaimana pemerintah provinsi mempermudah prosedur investasi. Bagi mereka, reformasi peraturan saja tidak cukup," katanya.

Tan melanjutkan bahwa faktor-faktor seperti kondisi infrastruktur dan tenaga kerja, potensi pasar dan efektivitas biaya merupakan faktor penentu dalam membentuk kebijakan investasi serta digunakan dalam penyusunan indeks EoDB.

Jakarta Property Institute (JPI) menyebutkan kompleksnya regulasi di tingkat nasional maupun provinsi juga menjadi faktor penting dalam efisiensi pengurusan perizinan.

Wendy Haryanto, Direktur Eksekutif JPI, mengatakan saat ini kondisi perizinan di DKI Jakarta melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sudah jauh lebih baik dari dua tahun yang lalu.

“Sudah jauh lebih baik dan mereka sekarang terbuka. Dalam pembentukan kebijakan itu kita lebih diajak,” ujarnya.

Menanggapi penerimaan dari investasi di DKI Jakarta yang ditargetkan pada angka Rp100 triliun, Wendy mengatakan potensi di Jakarta sangat besar dan bukan mustahil jika target tersebut tercapai.

Wendy menambahkan pembangunan strategis di DKI seperti transit oriented development sudah mulai banyak diminati oleh para pengusaha properti dan investor sehingga mampu menopang pencapaian target investasi ke depan.

“Tahun ini saja [per November] sudah Rp75 triliun. Karena infrastruktur juga semakin berkembang mustinya tahun depan harusnya akan naik,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper