HGB Pulau Reklamasi
Sebelum rencana legalisasi becak, Anies-Sandiaga juga berencana membatalkalkan hak guna bangunan (HGB) Pulau D di kawasan Teluk Jakarta. Pulau D adalah satu dari 17 pulau yang akan direklamasi.
Reklamasi ini berlangsung pada zaman Gubernur Ahok. Untuk membatalkan HGB itu, Anies berkirim surat kepada Menteri Agraria/Kepala BPN Sofyan Djalil.
Surat itu ditandatangani Anies pada 29 Desember 2017. Alasan mantan Menteri Pendidikan tersebut meminta pembatalan lantaran Pemprov DKI saat ini sedang melakukan kajian medalam dan komprehensif terkait kebijakan serta pelaksanaan reklamasi di Pantai Utara Jakarta serta memastikan proses reklamasi berjalan sesuai prosedur.
Sofyan Djalil menolak permintaan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk membatalkan sertifikat Hak Guna Bangunan pulau reklamasi.
Menurut Sofyan, penerbitan HGB di atas Hak Pengelolaan (HPL) Pulau D yang diberikan kepada PT Kapuk Naga Indah (PT KNI) telah sesuai dengan ketentuan administrasi pertanahan yang berlaku.
Anies bersikukuh membatalkan HGB di pulau hasil reklamasi. Dia akan kembali menyurati Sofyan Djalil untuk mencabut HGB Pulau D dan menghentikan proses HGB pulau C dan G. Pencabutan ini dinilai masih memungkinkan karena telah tertulis dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1999 dari Pasal 103--133 mengenai pembatalan HGB.
Konsekuensi pembataan HGB itu, Wagub DKI Sandiaga Uno mengatakan Pemprov DKI siap mengembalikan uang bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebesar Rp 483 miliar yang telah dibayar pengembang pulau reklamasi. Tapi, persoalannya bukan hanya di situ. Jumlah ini belum termasuk kerugian dari potensi penerimaan yang akan diperoleh Pemprov DKI Jakarta dengan adanya reklamasi, jutaan tenaga kerja tidak terserap, dan memperburuk iklim investasi di Jakarta. Pengusaha akan cenderung ‘kabur’ dari Jakarta.