Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kementerian PUPR dan BUMN Diminta Evaluasi Proyek Infrastruktur

Pengamat Kebijakan Publik menilai Pemerintah Pusat tidak melakukan pengawasan secara maksimal yang mengakibatkan kecelakaan kerja di proyek Tol Becakayu.
Tim Labfor Bareskrim Pori melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) pascarobohnya bekisting pier head pada proyek konstruksi pembangunan jalan tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) di Jalan D I Panjaitan, Jakarta, Selasa (20/2/2018)./ANTARA-Aprillio Akbar
Tim Labfor Bareskrim Pori melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) pascarobohnya bekisting pier head pada proyek konstruksi pembangunan jalan tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) di Jalan D I Panjaitan, Jakarta, Selasa (20/2/2018)./ANTARA-Aprillio Akbar

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Pusat dinilai tidak melakukan pengawasan secara maksimal yang mengakibatkan kecelakaan kerja di proyek Tol Becakayu.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menjelaskan kejadian robohnya bekisting pearhead Tol Becakayu, Jakarta Timur bukan kejadian kecil. Bahkan, dia mencatat ada kecelakaan kerja sebanyak 12 kali di seluruh Indonesia yang melibatkan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan oleh pemerintah pusat.

Dengan demikian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus bertanggung jawab karena tidak mengawasi proyek ini secara ketat. Selain itu, kedua kementerian ini harus memberikan penjelasan kepada publik tentang berbagai kejadian tersebut secara transparan.

"Harus segera dilakukan evaluasi yang mendalam pada setiap kejadian kecelakaan apakah ada unsur kelalaian dalam proyek tersebut," kata Trubus kepada Bisnis, Selasa (20/2/2018).

Adapun kelalaian dimaksud bisa terjadi di sektor perencanaan (konsultan) atau dari segi pelaksanaan (kontraktor). Jika terbukti ada unsur kelalaian, pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan ini sesuai dengan Undang-Undang mengenai kontruksi.

Sementara itu, dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Selasa (20/2/2018), Trubus mencatat evaluasi harus memerhatikan teknis perencanaan meliputi kekuatan struktur, kekuatan pondasi, dan lain-lain. Adapun dalam pelaksanannya harus diperhatikan apakah sudah sesuai dengan spesifikasi teknis seperti ukuran pondasi, ukuran kolom (tiang), ukuran besi, dan sebagainya. Terakhir, mengenai tahapan kerja, apakah tahapan yang dilakukan sudah sesuai dengan perencanaan.

Selain itu, permasalahan penting lainnya, yaitu bagaimana pengadaan barang dan jasa dalam bidang konstruksi. Dengan demikian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu turun tangan untuk memastikan proses pengadaan barang dan jasa bidang konstruksi berjalan baik atau terjadi potensi persekongkolan yang merugikan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler